Festival Film Dokumenter (FFD) resmi dimulai pada 1 Desember 2019 di Societet Militair Taman Budaya Yogyakarta. Sebagai perayaan film dokumenter pertama se-Asia Tenggara, FFD tetap konsisten menjadi salah satu penggerak ekosistem dokumenter di Indonesia dengan menempatkan fungsinya sebagai medium ekshibisi, apresiasi, sekaligus edukasi. Gelaran ini dibuka dengan penampilan musik dari Answer Sheet dan pemutaran film Turning 18 (2018) karya Ho Chao Ti dari Taiwan.
FFD 2019 menghadirkan 91 film yang akan diputar dalam 15 program di enam lokasi, yakni: Taman Budaya Yogyakarta, IFI-LIP Yogyakarta, Kedai Kebun Forum, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dan Universitas Gadjah Mada.
“Program kompetisi sebagai acara rutin yang digelar sejak tahun 2002, menerima 286 film yang diseleksi hingga terpilih 25 finalis untuk empat kompetisi,” ungkap Ayu Diah Cempaka selaku direktur program FFD 2019.
Selain itu, hadir pula beberapa program tematik yang merespon fenomena sosial. Seperti, program Perspektif yang mengajak kita untuk membicarakan isu kesehatan mental yang tidak terpaku pada persoalan medis saja. Focus on South Korea yang mengulas film-film garapan sutradara perempuan yang selama ini jauh dari sorotan. Focus on Canada yang dirancang bersama associate programmer dari Toronto International Film Festival (TIFF), yang membicarakan film sebagai karakter film dari filmmaker pesisir barat Kanada. Serta program-program lain yang mengajak kita untuk menilik kembali posisi realitas dalam film dokumenter.
Selaku direktur festival, Henricus Pria berharap bahwa FFD tahun ini dan seterusnya, dapat hadir sebagai ruang aman untuk berkumpul, belajar, serta menyatakan pendapat. Sehingga, film sebagai sebuah kesenian dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Berbagai wacana dalam program-program festival ini, dapat dinikmati mulai 1 hingga 7 Desember 2019.
Penulis: Nisa Rachmatika