Belajar Film dan Kritik Terhadapnya dalam Lokakarya Kritik Film FFD 2017

— Newsletter
FFD 2017
FFD 2017

Tahun ini, Lokakarya Kritik Film hadir untuk pertama kalinya di Festival Film Dokumenter (FFD). Lokakarya ini diadakan sebagai respons atas satu kebutuhan perfilman kita saat ini, yakni literasi film. FFD merasa perlu untuk menyebarluaskan edukasi terkait pengkajian film untuk dapat mengembangkan kapasitas para pegiat apresiasi film.

Dalam penyelenggaraannya, FFD mengajak Cinema Poetica untuk turut bekerja sama menyukseskan program lokakarya ini. Melalui pendaftaran yang dibuka pada 25 Oktober—10 November 2017 lampau, panitia mendapatkan 40 orang calon peserta dan berhasil menyeleksinya menjadi tujuh orang peserta. Para peserta tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan beragam latar belakang profesi dan pengalaman.

Selama lima hari, pada 10-14 Desember 2017, lokakarya berlangsung di Langgeng Art Foundation. Para peserta disuguhkan oleh beragam materi terkait film dan dokumenter. Materi-materi tersebut disampaikan oleh Adrian Jonathan Pasaribu (Cinema Poetica), Ayu Diah Cempaka (FFD), serta dua pemateri tamu yakni Thomas Barker (University of Nottingham, Malaysia) dan Akbar Yumni (Forum Lenteng).

Saban harinya, lokakarya ini dibagi menjadi empat sesi sejak pukul 09.00—17.00 WIB. Setiap harinya pula, para peserta diwajibkan untuk menulis ulasan terkait film yang telah ditonton di festival untuk dikumpulkan dan dibahas bersama-sama di hari berikutnya. Dengan begitu, peserta juga mendapatkan pembelajaran langsung melalui praktik dan evaluasi.

Sebelum memasuki materi terkait penulisan kritik film, para peserta diperkenalkan dengan ekosistem film. Materi ini disampaikan dengan tujuan untuk menyampaikan bahwa film bukanlah sebatas tontonan belaka. Pasalnya, terdapat rangkaian proses dan birokrasi yang menentukan kegunaan, ketersediaan, dan keterjangkauan film di ruang publik. Ekosistem film ini terdiri dari produksi, distribusi, ekshibisi, apresiasi, pendidikan, dan arsip.

Setelah diperkenalkan dengan film dan seluk-beluk dunianya, para peserta diajak untuk mengenali apa yang disebut sebagai kritik film. Menurut Adrian, kritik adalah salah satu hal yang tercermin dalam laku keseharian manusia. Salah satu bentuk kritik terhadap film adalah resensi atau ulasan film. Dalam menulis resensi, penulis hendaknya memperhatikan tiga komponen yaitu konten, konsep, dan konteks. Ketiganya kemudian tertuang melalui deskripsi dan opini di dalam ulasan film itu sendiri.

FFD 2017 | Kelas Kritik
Lokakarya Kritik Film FFD & Cinema Poetica

Dalam sebuah resensi, komponen konten memuat ragam rupa, bunyi, dan ungkapan-ungkapan dalam film, serta susunan elemen-elemen audiovisual dalam film. Kemudian, konsep terdiri dari logika penuturan dan internal film, serta pola cerita atau penuturan film. Sedangkan konteks dapat dituangkan dengan cara membandingkan film dengan karya lain, menakar tawaran film dalam suatu konteks zaman, atau mengaitkannya dengan suatu isu tertentu. Acuan utama resensi film adalah film itu sendiri, bukan konteksnya. “Jadi, jika ingin beropini, carilah bukti untuk menguatkannya melalui beragam elemen dalam film itu sendiri,” ujar Adrian dalam salah satu sesi.

Lokakarya ini juga menekankan agar para peserta berani untuk mengungkapkan opininya terhadap sebuah film dengan jujur. “Tulisanmu adalah perspektifmu sendiri,” ucap Ayu. Menurut Ayu, mewakili pandangan penonton lain dalam sebuah resensi dianggap merupakan suatu hal yang fatal. Hal itu dapat dilakukan saat tulisan tersebut hanya mewakili opini penonton yang “setipe” dengan penulis. Pasalnya, resensi memang menggambarkan opini penulisnya. Maka dari itu, penulis resensi diharapkan untuk tidak berlaku asumtif terhadap film yang ditonton, maupun anggapan penonton lain terhadap film tersebut.

Selain memberikan materi terkait penulisan ulasan film, Lokakarya Kritik Film FFD 2017 juga mendiskusikan sejarah film Indonesia. Diskusi ini dipandu oleh Thomas dengan meminta setiap peserta mendeskripsikan keadaan kancah perfilman Indonesia dan momen-momen penting yang mengiringinya dalam suatu dekade tertentu. Kesimpulan diskusi ini menunjukkan bahwa keberlangsungan suatu ekosistem film di suatu waktu dan daerah tertentu dipengaruhi oleh beragam faktor, misalnya politik, ekonomi, dan budaya. Selain membahas sejarah dunia perfilman Indonesia, ada pula bahasan tentang sejarah film dokumenter dari masa ke masa.

FFD 2017 | Kelas Kritik
Lokakarya Kritik Film FFD & Cinema Poetica

Tidak hanya itu, para peserta juga disuguhkan materi tentang realitas dalam film fiksi dan dokumenter. Ketika film fiksi membangun realitas baru atau mereplika suatu realitas yang ada di lapangan, film dokumenter mengolah realitas tersebut. Pengolahan realitas inilah yang kemudian memiliki beragam bentuk sehingga dokumenter terbagi menjadi beberapa tradisi. Salah satunya adalah tradisi dokumenter eksperimental yang menekankan pada kebaruan teknik sinematografi yang ditampilkan dalam sebuah dokumenter. “Dokumenter eksperimental mengutamakan bentuk dan bagaimana sinematografi menjadi cara pandang terhadap realitas,” tegas Akbar.

Diskusi terus berlangsung di sepanjang sesi-sesi lokakarya, baik saat materi disampaikan atau saat evaluasi tulisan. Selain pemberian materi dan evaluasi, para peserta lokakarya juga diajak untuk menyaksikan beragam jenis dokumenter dan diminta untuk menyampaikan opininya. Dengan begitu, para peserta bisa sekaligus berlatih untuk memberikan kritik yang tepat sasaran dan tetap berlandaskan bukti-bukti yang ditampilkan dalam film.

FFD 2017 | Kelas Kritik
Lokakarya Kritik Film FFD & Cinema Poetica

Setelah lokakarya berakhir, setiap peserta diwajibkan untuk merevisi kembali satu tulisan yang telah ditulis dan didiskusikan bersama pemateri. Tulisan-tulisan tersebut akan diterbitkan di situs Cinema Poetica dan FFD.