Bert Haanstra selalu berhasil menggugah imajinasi penonton melalui karya dokumenter poetic garapannya. Ia memetik momen demi momen menjadi satu kesinambungan yang menyerahkan interpretasi sepenuhnya pada penonton. Mengalir begitu saja tanpa argumen.
Begitulah film The Zoo (Bert Haanstra, 1962). Mengambil latar belakang di kebun binatang Amsterdam, film ini berupaya menyajikan ragam tingkah ekspresi manusia dan hewan—yang entah bagaimana—ternyata memiliki kesamaan. Hal ini terlihat jenaka ketika sudut pandang dibalik. Bukan hanya manusia yang mengamati binatang. Manusia pun sama konyolnya dengan hewan.
Sebenarnya gambar-gambar yang disorot dalam film tak berhubungan, tetapi—dengan eksplorasi yang epik— karya ini mampu menarik satu garis cerita yang menarik. Kita seperti dibuat larut begitu saja tanpa pikiran apa pun, sambil sesekali senyum sendiri dengan kemiripan momen absurd antara manusia dan hewan. Bermacam asosiasi barangkali berebut muncul di benak penonton bersama musik ritmis oleh Pim Jacobs. Hentakan musiknya tajam dan pas, sesuai dengan setiap gerak serta mimik hewan dan manusia.
Dokumenter The Zoo (Bert Haanstra, 1962) diambil dengan kamera tersembunyi yang menyorot dari banyak perspektif. Keahlian mikrofilm semacam inilah yang dikembangkan sang sutradara sejak menjadi fotografer dalam perang dunia kedua. Haanstra lihai dalam menangkap gambar-gambar secara detail. Meski potongan-potongan yang diambil begitu acak, justru ini membuat siapa pun yang menonton seperti sedang menyaksikan dengan mata langsung. Misalnya ketika menyorot gambar jerapah, sudut pandang kamera juga diambil dari sudut pandang atas (eagle eyes). Atau ketika menyorot rok perempuan bermotif garis, dalam sekejap kamera beralih pada bagian belakang zebra. Cerdik dan menggelitik.
Kita seperti anak kecil dengan penuh rasa ingin tahu yang mengendap-endap memandangi keunikan aktivitas di kebun binatang. Tidak selalu kontras. Setiap gerik subjek diringkas hanya dalam sebelas menit. Padahal rasa-rasanya kita diajak berkeliling kebun binatang seharian penuh. Saat manusia dan hewan menggendong anaknya, mengunyah makanan, menunjukkan ekspresi terkejut, mengerutkan dahi, marah, dan bengong lagi. Ada cara pandang yang diperlihatkan berbarengan: manusia melihat binatang, binatang melihat manusia. Semuanya konyol.
Film The Zoo (Bert Haanstra, 1962) ini menjadi salah satu dari beberapa karya Bert Haanstra yang ditayangkan dalam Festival Film Dokumenter (FFD) 2020. Seperti kebanyakan karyanya, film yang masuk kategori Retrospektif ini meninggalkan kesan subjektif di benak kita masing-masing. Dan tak ada kegelisahan jelas yang ingin disampaikan di sini. Barangkali melalui film ini kita boleh membayangkan, bagaimana jadinya jika hewan dan manusia menjalin persahabatan? Namun bayangan itu buyar ketika akhirnya film dipangkas dengan gambar monyet dengan ekspresi “ngeri”.
Film The Zoo (1962) merupakan salah satu bagian dari program Retrospektif. Tonton filmnya secara gratis di sini.
Penulis: Dina Tri Wijayanti