Origin of shadow (2017): Menjadi Hantu

— Ulasan Film
FFD 2019

Genangan air di sebuah sawah memantulkan bayangan petani sedangkan, Ikan koi  sedari tadi masih terdiam di sela-sela tanaman padi. Sementara di luar sana, ada yang sedang bersiap menyambut tahun baru. Mereka tampak sibuk saat menumbuk, mencetak, dan membakar adonan kue beras. Ini secuil dari dua puluh tujuh menit peristiwa yang menggambarkan celah-celah Jepang dalam ruang hampa. Pada film Origin Of Shadow (2017), Shuhei Hatano menghadirkan materi audio sebagai elemen non-diegetic yang membangun suasana batin pencerita melalui musik dan suara dari seorang. Konsep film tersebut, seolah menempatkan kita sebagai hantu. Hantu yang sedang membalas surat-surat Keiko, yang sebenarnya tidak pernah diterima Taichi Nogami, suaminya.

Sudut pandang hantu hadir melalui kebebasan penonton untuk mengamati segala peristiwa tanpa terlihat atau terdeteksi oleh seorang yang sedang diamati. Pada kondisi tersebut, mata kamera menjadi mata penonton, yang sedang  mengamati peristiwa melalui jarak dekat maupun sangat jauh. Kadang sebagai penonton, kita bisa berada dalam ketinggian yang bebas mengamati sesuatu. Kadang juga berada di antara celah, kerumunan, bahkan bersanding dengan manusia. Konsep ini tidak semata-mata hadir sebagai kosmetik yang mempercantik kesan film saja, melainkan lebih dari itu.

FFD 2019 - Origin of Shadow

Hantu hadir sebagai subyek yang terbebas dari batas-batas manusiawi. Batas dimensi waktu, teritori, hingga rezim politik yang berkuasa. Hantu menjadi menjadi subjek yang benar-benar merdeka, yang dengan bebas membawa memori tentang peristiwa lampau untuk dibicarakan pada waktu sekarang. Dia hadir sebagai orang pertama yang mengalami peristiwa dalam dua dimensi waktu.       

Sudut pandang yang demikian membangun materi tuturan sebagai sejarah subjektif, yakni penggambaran pengalaman kolektif tentang masa lampau. Kisah yang dituturkan secara kronologis menempatkan si narator sebagai seorang yang pernah mengalami berbagai peristiwa. Mulai dari kisah tentang peristiwa besar yang pencerita alami, lihat, dengar, dan rasakan. Pencerita seolah hadir sebagai Taichi Nogami, tentara Jepang yang ikut dalam perang dunia II. Tafsir ini adalah dampak dari shot pembuka film Origin Of Shadow (Shuhei Hatano, 2017). Shot yang menghadirkan foto Keiko dan Taichi, mengarahkan imaji kita untuk sepakat bahwa dua suara pencerita adalah sosok tersebut. Kesepakatan ini juga ditebalkan lewat beberapa shot di bagian tengah film yang menyoroti ruang-ruang simetris, foto tentara, foto Keiko, serta bunga-bunga yang menjadi metafora shot sebelumnya. Terlebih ketika kita sebagai penonton dibuat  berlama-lama memandangi riak air yang perubahannya beriring dengan berbagai suara dentuman.

FFD 2019 - Origin of Shadow

Konsep tersebut sebenarnya mengantongi makna tentang dimensi waktu yang diterobos. Sudut pandang hantu dipilih untuk menghubungkan kisah yang dialami pencerita di waktu lampau dan sekarang. Hantu mewakili sudut pandang tentara Jepang yang berpuluh-puluh tahun pergi kemudian kembali. Namun, ketika kembali mereka menemui semua hal yang telah berubah. Mulai dari kekasih yang telah pergi dan tempat tinggal yang tidak tersedia. Lebih jauh, seluruh permainan medium ini mengarahkan penonton untuk melihat apa yang telah dilakukan negara pada pencerita.    

Film ini menunjukkan bahwa, konsep visual dan audio yang tidak hanya berhenti pada ranah bentuk sebagai rupa film saja. Lebih dari itu, keduanya hadir  berlandaskan pengetahuan guna memunculkan impresi. Kadang pengetahuan luput perhatian ketika menentukan perspektif. Sehingga muncul pertanyaan, mau dibawa kemana film ini?  Sebuah pertanyaan retoris yang hadir ketika segala medium (konsep visual dan audio) tidak memiliki capaian pengetahuan. 

Film Origin Of Shadow (2017), akan diputar pada tanggal 5 Desember 2019 di Auditorium IFI-LIP pukul 14.25 WIB – 15.45 WIB, bersama dengan dua film program Docs Docs: Short! lainnya. Cek jadwal selengkapnya di sini.

 

Penulis: Annisa Rachmatika