Pernahkah kalian bertanya-tanya tentang apa yang diimpikan oleh orang-orang di Amerika Latin? Tempat di mana negara-negara dibangun kembali, berulang kali hampir setiap 10 tahun. Tempat terjadinya campur tangan eksternal pada urusan nasional bersama dengan korupsi internal yang telah mengukir sejarah kita dari zaman ke zaman. Kebebasan berpendapat dan bersuara pun tidak diterima dengan mudah atau dilaksanakan sepenuhnya. Martin Weber akan membuka pintu menuju jawaban dari pertanyaan tersebut melalui Map of Latin American Dreams (2020).
Dari 1992 sampai 2013, Martin Weber, seorang fotografer asal Argentina melakukan perjalanan menelusuri Amerika Latin. Dalam perjalanannya, beliau menyaksikan kekerasan ekonomi, politik, sosial, dan militer yang terjadi pada benua itu. Weber meminta masyarakat setempat untuk menuliskan impian dan harapan mereka dengan kapur di papan tulis sederhana kemudian memotret mereka. Hari ini–hari film ini mulai diproduksi, adalah hari di mana Weber bertanya-tanya apakah salah satu dari keinginan itu telah terpenuhi.
Kemiskinan pada negara-negara Amerika Latin telah merenggut jutaan mimpi. Tidak, mereka tidak memimpikan miliaran dolar, mobil maupun rumah mewah. Beberapa dari mereka ‘hanya’ ingin mendapatkan makanan dan obat-obatan, menikah dengan orang Amerika Serikat, belajar musik, memiliki sarung tangan bisbol, atau pergi meninggalkan dunia ini.
Selain menjadi fotografer terkemuka, Weber terbukti menjadi mitra percakapan yang mengesankan. Hasil potret Weber terlihat jelas bahwa ia mengambil gambar dengan kesabaran dan perhatian. Individu maupun kelompok diundang untuk berpose memegang papan kayu di mana mereka telah menuliskan impian mereka di kapur. Mereka bermimpi, meskipun diiringi dengan kekerasan, kemiskinan, dan kehidupan sehari-hari mereka sebagai penduduk Amerika Latin.
Pada 2007, Weber memotret Cristián, remaja Kolombia dengan papannya yang bertuliskan “Mi sueño es morirme.”, yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah ‘impian saya adalah untuk mati’. Dia berpose dengan bekas lukanya, menatap tajam ke kamera. Mereka yang dipotret Weber, baik wanita maupun pria, anak-anak hingga lansia, pada umumnya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang layak, memiliki kesehatan, pekerjaan, makanan, pendidikan, dan juga mengharapkan kembalinya orang yang dicintai dan yang hilang. Hal tersebut sungguh membuat kita terbangun dan memahami bahwa, untuk semua perbedaan yang ada antara budaya dan negara, impian mayoritas orang Amerika Latin adalah dapat hidup dengan bermartabat.
20 tahun berlalu, Martin Weber memutuskan untuk mencari para pemimpi tersebut. Ia memulai perjalanan baru dalam mencari jiwa-jiwa yang sama untuk memberikan kesaksian hidup mereka. Tidak diragukan lagi, para pemimpi yang wajahnya dipotret oleh Weber tentu mengalami banyak perubahan, begitu pula mimpi dan harapan mereka yang seharusnya tidak lagi sama. Iya, setelah 20 tahun berlalu, seharusnya mimpi mereka tak lagi sama. Namun, realita yang ada berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya terjadi.
Kata “globalisasi” dikibarkan di seluruh dunia – melalui 51 menit, film ini akan membuktikan bahwa hal tersebut masih patut dipertanyakan. Pergeseran antara proses demokrasi dan kediktatoran telah meninggalkan jejaknya pada Amerika Latin. Krisis yang terjadi terus-menerus mengingatkan kita betapa rapuhnya medan yang kita tempati. Ternyata memang benar bahwa kita hidup di masa ketika keseimbangan kerap kali menjadi kenangan yang jauh –atau malah belum pernah ada. Yang jelas ada hanyalah mimpi, keinginan, dan harapan yang tidak tahu kapan akan terwujud.
Map of Latin American Dreams (2020) mengajak penonton untuk merasa terlibat dalam masalah dengan orang-orang yang merasa dikhianati oleh negara asalnya.
Film Map of Latin American Dreams (2020) karya Martin Weber merupakan bagian dari rangkaian program Perspektif. Kamu bisa menonton film ini secara gratis di sini.
Penulis: Tirza Kanya Bestari