K-Family Affairs (2023): Anak Demokrasi

— Ulasan Film
FFD 2024

Apa kado ulang tahun yang lazimnya diberikan oleh orang tua kepada anak gadisnya? Barangkali kue tar, boneka panda besar, atau gaun cantik yang mekar. Namun, tidak begitu halnya dengan Nam Arum. Sutradara sekaligus protagonis dalam dokumenter panjang pertamanya, K-Family Affairs (2023), ini dihadiahi demokrasi oleh orang tuanya. Ya, de-mo-kra-si, bukan de-ko-ra-si.

Di hari kelahiran Arum, Korea Selatan merayakan terpilihnya Roh Tae-Woo sebagai presiden pertama yang dipilih secara demokratis. Di ulang tahunnya yang ke-8 pun, alih-alih lagu ulang tahun, gadis itu justru menyanyikan lagu kebangsaan Korea Selatan. “I was raised to be a patriot by my patriotic parents.” (Saya dibesarkan untuk menjadi seorang patriot oleh orang tua saya yang patriotik, ed)

Arum terlahir dari Generasi 386, kelompok gerakan mahasiswa yang berperan integral sekaligus signifikan dalam mencetak sejarah demokratisasi politik di Korea Selatan. Kedua orang tuanya merupakan aktivis mahasiswa pada tahun 1980-an. Bedanya, apabila sang ibu vokal menyuarakan aspirasinya di jalan, sang ayah lebih aktif melakukan pergerakan lewat pers mahasiswa. Kini, sang ibu mengabdikan diri sebagai aktivis feminis sedangkan sang ayah mengabdikan diri untuk pemerintah sebagai pegawai negeri. Keduanya sama-sama berjuang demi mewujudkan cita-cita kemajuan demokrasi bagi bangsa dan generasi yang akan datang.

Sejak belia, taman bermain Arum adalah aksi unjuk rasa. Sang ibu turut serta membawanya pada demonstrasi di jalanan; dari menentang patriarki dalam sistem pemerintahan, mengadvokasi kesetaraan, hingga memperjuangkan hak-hak perlindungan bagi perempuan. Tak jarang, mereka berunjuk rasa di depan kantor sang ayah.

Di usia Arum yang ke-18, tragedi tenggelamnya kapal Sewol terjadi. Pemerintah dinilai lalai dan lamban melakukan evakuasi sehingga 304 nyawa yang sebagian besar merupakan murid SMA seperti Arum melayang begitu saja. Ayahnya yang saat itu bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan pun harus ikut memasang badan demi menghadapi tuntutan dan kemarahan warga Korea Selatan. Gelombang protes yang kian memanas terhadap pemerintah tak ayal membuat Arum merasa semua orang menyalahkan ayahnya. Ia pun menyurati ayahnya:

I have no words of support for you as you’re responsible for handling this tragedy that must not be forgotten. Continue to feel guilty and blame yourself. I hope this incident will remind you of why you became a civil servant in the first place. (Aku tidak punya untaian kata dukungan untukmu karena engkaulah yang bertanggung jawab untuk menangani tragedi yang seharusnya tak boleh dilupakan ini. Teruslah merasa bersalah dan salahkan diri sendiri. Kuharap kejadian ini akan mengingatkan mengapa engkau memilih menjadi pegawai negeri, ed)

Lahir di tengah keluarga yang demokratis membuat Arum tumbuh menjadi pribadi yang kritis. Spirit Generasi 386 yang terwariskan padanya membuat Arum tak bisa hanya berdiam diri di tengah berbagai polemik yang menyeruak di tanah airnya. Seperti mengulang sejarah yang dialami kedua orangnya, di masa kuliahnya, Arum mulai terlibat aktif dalam berbagai gerakan mahasiswa. Ia turut mendirikan organisasi kesetaraan gender dan mulai menemukan panggilan jiwanya untuk berjuang demi mendorong perubahan dan kemajuan lewat aksi-aksi kolektif bersama teman-temannya.

Ia seolah menjelma menjadi ibunya di masa lalu dalam eranya di masa kini. Arum percaya, sebagaimana ibunya percaya bahwa dunia ini penuh dengan banyak rupa masalah, tetapi mereka yang berani bersuara akan dapat mengubahnya. Upaya eksplorasi lintas generasi dalam rangka menelusuri jejak demokrasi melalui sejarah keluarga dan bangsanya ini dikemas dapat Anda saksikan dalam program Utopia/Dystopia FFD 2024. (Hesty N. Tyas) (Ed. Vanis)

 

Detail Film
K-Family Affairs (애국소녀)
Arum Nam | 90 Min | 2023 | South Korea
Official Selection for Utopia/Dystopia
Festival Film Dokumenter 2024

Jadwal Tayang
Nov. 2 | 19:00 WIB | Amphitheater, TBY
Nov. 5 | 19:00 WIB | Ruang Seminar, TBY