Imagine all the people, living life in peace… (Bayangkan semua orang hidup dalam kedamaian, ed)
Lirik dari John Lennon ini melayang di benak ketika menyaksikan City of Poets (Sara Rajaei, 2024). Lennon memimpikan dunia tanpa perang, tanpa keserakahan. Celakanya, dokumenter ini mengajak kita masuk ke dunia yang berlawanan. Di sana, puisi yang dulunya menjadi fondasi kota, perlahan terkubur oleh perang dan kekerasan.
City of Poets (2024) mengabadikan sebuah kota yang dulunya penuh dengan keindahan, seni, dan kedamaian. Namun, lambat laun ia berubah menjadi tempat yang asing dan keras akibat perang. Kota ini dibangun dengan nama-nama penyair sebagai penghormatan bagi terhadap seni dan kemanusiaan, melambangkan keindahan budaya yang menyentuh kehidupan sehari-hari penghuninya. Ketika perang melanda, identitas kota ini mulai memudar. Nama-nama penyair digantikan oleh nama-nama pahlawan perang yang telah gugur, mencerminkan bagaimana dunia yang terpecah oleh konflik seringkali mengalihkan perhatian dari seni dan nilai-nilai kemanusiaan yang pernah dijunjung tinggi.
Perubahan nama jalan bukan hanya simbol fisik dari kota yang berubah, tetapi juga metafora bagi hilangnya nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakatnya. Ketika perang mendominasi, puisi (simbol keindahan, perenungan, dan kedamaian) digantikan oleh narasi militeristik dan kebrutalan. Dan ketika nama-nama penyair terlupakan, kita juga menyaksikan hilangnya ingatan kolektif masyarakat akan masa-masa damai.
Memiliki alur yang tidak berurutan, dokumenter ini seakan menyerupai rangkaian ingatan yang saling terkait, membentuk lapisan-lapisan kenangan. Dengan menggunakan arsip dan narasi suara, City of Poets (2024) memberi penonton kesempatan untuk berpikir tentang bagaimana sejarah pribadi, bersama, dan budaya saling berhubungan dalam membentuk siapa kita saat ini.
Melalui lensa City of Poets (2024), Sutradara Sara Rajaei tidak hanya menceritakan kisah sebuah kota, tetapi juga mengajak kita untuk mempertanyakan: apa yang terjadi ketika seni, budaya, dan ingatan kita mulai terkikis oleh perang? Apakah kita masih bisa hidup dalam kedamaian, ataukah kita akan terus hidup dalam lingkaran kekerasan dan amnesia sejarah?
Dengan harapan yang samar, puisi dan kenangan tetap bisa menghidupkan kembali apa yang telah rusak. Seperti yang pernah diungkapkan John Lennon, mungkin kita semua terperangkap dalam mimpi tentang dunia yang damai. Meskipun kenyataan belum mempersembahkan dunia itu, dokumenter ini mengingatkan kita untuk tak pernah melupakan mimpi tersebut, mengabadikannya dalam hati kita. (Tirza Kanya) (Ed. Vanis)
Detail Film
City of Poets
Sara Rajaei | 21 Min | 2024 | Netherlands
Official Selection for Docs Docs: Short!
Festival Film Dokumenter 2024
Jadwal Tayang
Nov. 5 | 15:00 WIB | Ruang Seminar, TBY
Nov. 7 | 15:30 WIB | Militaire Societeit, TBY