Ketika ibu membelikan baju baru, mereka tahu apa yang akan dilakukan: berfoto di studio! Begitu ujar Nishtha Jain, sang sutradara, membuka narasinya dalam City of Photos (2004). Bagi beberapa, studio foto adalah hiburan yang menyenangkan. Ia adalah ruang untuk membekukan waktu terbaik dalam hidup. Namun, bagi sebagian, menuju studio adalah keterpaksaan yang membosankan. Palsu yang suram.
Deru suara pencetak foto memenuhi ruang kecil studio. Anak-anak rewel menangisi lamanya durasi yang dihabiskan orang tua mereka untuk lembar-lembar bakal pengisi pigura. Edit, edit, edit. Kamerawan bantu mereka untuk mengabadikan mimpi mereka yang belum–yang mungkin tidak akan pernah jadi nyata.
Jain menangkap kehidupan studio foto di Kolkata, India, sebagai ruang kecil pencetak gambar-gambar yang memanjakan ingatan. Imortalisasi berbagai sosok, benda, dan raut adalah upaya untuk mengingat hari ini untuk besok hari. Tidak hanya manusia, kamerawan menangkap lebih dari secuplik-dua cuplik peristiwa yang ada: bangunan hancur, barang-barang terbengkalai, hingga rumah-rumah terbakar. Warna-warni sejarah turut memenuhi ruang yang sedia dalam lukisan yang nyata. Jain membawa kita pada keyakinan bahwa pengambilan foto adalah bukti pengabadian dari lajur hidup manusia: tidak selamanya kilat kamera hidup melahirkan senyuman dan bunga indah.
Tangkap apa yang ditangkap dalam City of Photos (2004) pada program Retrospektif Festival Film Dokumenter 2023. (Athallah, Tuffahati) (Vanis)
Detail Film
City of Photos
Nishta Jain | 59 Min | 2004 | India | Warna | 17+
Jadwal Tayang
12.07 | Bioskop Sonobudoyo | 15.00 WIB