Peringatan konten: Film dalam ulasan ini berisi materi yang dapat memicu trauma. Pemirsa disarankan untuk bijaksana dalam melanjutkan.
Selalu ada jalan untuk kembali merangkai memori. Jalan untuk merakit ingatan dari masa lalu yang seringkali terpaksa dikubur akibat luka dan trauma. Namun, setiap kenangan memiliki jalannya sendiri untuk muncul kembali dalam ingatan. Ia akan senantiasa hadir saat kita berusaha mencarinya dengan tulus, jujur, dan hati yang terbuka.
Kita akan menemukan ruangan kosong dan gelap ketika mulai membuka dokumenter All my Scars Vanish in the Wind (Angélica Restrepo, Carlos Velandia, 2022). Kegelapan itu akan kita temukan pula saat mengatupkan kelopak mata. Kemudian, perlahan muncul anasir debu-debu berterbangan mengisi ruang tersebut. Debu-debu berwarna kuning, putih, hijau, dan coklat itu perlahan membentuk benda-benda hasil rekonstruksi memori.
All my Scars in the Wind (2022) merupakan dokumenter eksperimental yang mengolah ingatan tentang luka menjadi animasi dalam berbagai bentuk artistik kartografi digital. Tak ada pengisi suara yang membacakan narasi sepanjang dokumenter. Hanya terdapat tulisan monolog yang muncul mengiringi anasir debu yang menciptakan bentuk yang berubah-ubah. Monolog itu merupakan narasi subjektif dari sudut pandang ibu Restrepo.
Dokumenter berdurasi 14 menit ini berusaha merekonstruksi memori ibu Restrepo yang penuh rasa luka. Pengalaman masa kecilnya dipenuhi dengan trauma akibat tekanan dari berbagai pihak, khususnya orang tuanya. Ketidakadilan ibunya ketika ia mendapat perlakuan buruk dari kakak laki-lakinya, pengalaman menjadi pekerja di peternakan neneknya, dan upayanya kabur dari rasa sakit membuatnya menjauh dari ingatan yang hilang bersama angin.
Namun, sejauh apapun usaha untuk meninggalkannya, memori sering kali muncul kembali dan mengusik pikiran. Bisikan-bisikan dari masa lalu dan trauma yang telah terbawa angin bisa saja kembali dibawa angin pula. Pilihannya, apakah kita berpura-pura tidak tahu dan kembali meninggalkannya terbawa angin? Ataukah menerimanya dengan terbuka sebagai bagian dari diri kita dan memberinya kasih sayang?
Temukan bentuk lain anasir debu-debu ingatan ibu Restrepo di All my Scars in the Wind (2022) yang ditayangkan dalam program Spektrum Festival Film Dokumenter (FFD) 2023. (Ahmad Radhitya Alam) (Vanis/Catharina Maida M)
Film Details
All my Scars Vanish in the Wind (Todas mis cicatrices se desvanecen en el viento)
Angélica Restrepo, Carlos Velandia | 14 Min | 2022 | Kolombia | Warna | 17+
Jadwal Tayang
12.07 | Gedung ex Bioskop Permata | 15.00 WIB
12.08 | Auditorium IFI-LIP | 13.00 WIB