Hantu masa lalu berkeliaran di sudut-sudut ruang ingatan. Hantu-hantu itu menyeruak dalam ingatan dan menjalar di sekujur tubuh penari jathilan yang mengalami kondisi trans. Para pemuda yang semula memegang kuda dari anyaman bambu nyaris tak bisa lagi mengendalikan kesadarannya setelah ndadi (trans, ed) dalam kendali roh halus, hantu dari masa lalu, hantu kolonial yang tak pernah mau hangus dibakar waktu. Lintasan pengetahuan, dramaturgi, dan korpus arsip itu diulur tegang oleh Timoteus Anggawan Kusno dalam Afterlives (Tunggang Langgang) (2024).
Dokumenter sepanjang 22 menit ini merupakan rentangan labirin pemikiran TA Kusno yang sebelumnya dikerjakan dalam bentuk karya instalasi “Luka dan Bisa Kubawa Berlari” dan proses di balik penciptaannya. Sebuah karya yang dirakit menggunakan arsip dan artefak kolonial koleksi Rijksmuseum Belanda untuk Revolusi! Exhibition (2022). Dokumenter ini merupakan upaya TA Kusno, selaku penulis, sutradara, dan editor untuk melucuti representasi sejarah yang diciptakan oleh kolonial terhadap tanah jajahan yang dianeksasi mereka.
Upaya-upaya ini kemudian disajikan dalam berbagai media lintas matra. Jathilan menjadi titik tolak untuk menafsirkan kembali tradisi warisan leluhur mengenai sejarah yang terjadi di masa lalu. Dari awal mula pertunjukan jathilan yang dengan membawa kuda dari anyaman bambu sebagai ajang latihan perang dan propaganda di desa hingga kondisi trans akibat kerasukan roh-roh leluhur yang menguasai alam bawah sadar. Pementasan jathilan dalam perayaan kemerdekaan Indonesia ini melemparkan kita pada narasi yang lebih jauh mengenai hantu-hantu kolonial.
Teriakan Rully Shabara yang melolong dalam musik Setabuhan di awal film membuka gerbang menuju arsip dan rekaman membawa kita dalam liminalitas masa lalu dan masa kini. Suara kebebasan dari aneksasi menyayat dan membaur dengan rekaman pawang yang menyadarkan kesurupan. Musik itu kemudian juga mengiringi pergantian rekaman arsip dan rekaman yang silih berganti muncul dan kabur, menyala, dan memudar. Begitu pula dengan narasi sastrawi yang dibacakan oleh Jamaluddin Latif yang menggiring kita memasuki alam pikiran TA Kusno yang sedang mencoba merepresentasikan ulang sejarah.
Dramaturgi jathilan senantiasa menjadi motor penggerak subyek hidup dalam dokumenter ini, mulai dari pertunjukan jathilan, penari bertopeng macan di kebun tebu, hingga seseorang yang melangkah di atas tubuh yang tak memiliki kesadaran. Penari bertopeng macan di tengah kebun tebu mengingatkan kembali mengenai hantu masa lalu yang terus merentang hingga masa sekarang. Macan menjadi hantu yang menciptakan ketakutan dan siap menerkam serta mencabik-cabik manusia yang berada di hadapannya. Ketakutan itulah yang dibagikan dan dijadikan simbol untuk kesialan dan membuat macan mesti mati terkapar menjadi tumbal dalam tradisi Rampogan Macan yang dilakukan oleh raja-raja Jawa. Namun, ketakutan atas macan itu masih terus dilanggengkan sebagai hantu untuk menjaga kebun tebu milik tuan tanah pascakemerdekaan meski kita tahu dan sadar bahwa macan atau harimau Jawa telah punah dan kian hari tak lagi terdengar namanya.
Dalam Afterlives (2024), TA Kusno juga membagikan rekaman proses penciptaan instalasi “Luka dan Bisa Kubawa Berlari” di Rijksmuseum Belanda. Berbagai bentuk instalasi, artefak dari sebuah pabrik gula di Jawa Timur, hingga arsip-arsip naskah berjajar dalam satu ruangan dengan hantu-hantu kolonial. Lukisan gubernur yang dipisahkan dari bingkainya dan disusun ulang bersama instalasi macan, gagak, dan naskah-naskah azimat merupakan upaya representasi sejarah yang menampilkan semangat revolusi untuk terlepas dari cengkeram kolonialisme.
Barangkali semua hantu-hantu masa lalu itu masih berkeliaran di sekitar kita. Mereka hadir dalam sudut-sudut ingatan, ruang diskusi, dan simposium internasional, hingga merasuk dalam tubuh yang mengalami trans dalam jathilan. Sekumpulan hantu dari masa lalu itu dapat Anda jangkau kehadirannya dalam Afterlives (2024) yang tayang dalam Program Kompetisi Pendek FFD 2024. (Ahmad Radhitya Alam) (Ed. Vanis)
Detail Film
Afterlives (Tunggang Langgang)
Timoteus Anggawan Kusno | 22 Min | 2024 | DI Yogyakarta, Indonesia
Berkompetisi dalam kategori Kompetisi Pendek
Festival Film Dokumenter 2024
Jadwal Tayang
Nov. 3 | 13:00 WIB | IFI-LIP
Nov. 5 | 13:00 WIB | Militaire Societeit, TBY