Daerah Shan di Myanmar telah menjadi panggung konflik saudara selama 60 tahun, tapi di balik semua kekerasan yang terjadi di sana, ada kekayaan budaya yang telah melekat lebih dari ratusan tahun. Kekayaan ini tentu sangat terikat dengan ritual dan spiritualitas yang kuat, sebuah spiritualitas yang mengilhami pemahaman terhadap kelahiran, kehidupan dan kematian di Shan.
Songs of Souls (2023) memaparkan seluk-beluk sosial, budaya, dan kondisi politik konflik di Shan lewat cerita-cerita yang intim. Cerita ini dilatarbelakangi pada fokus atas kisah seorang penyanyi adat yang mengekspresikan keresahan dan kesedihannya dan masyarakat Shan melalui lagu dan syair. Songs of Souls (2023) ditayangkan di Gedung ex Bioskop Permata pada Senin, 4 Desember pukul 17:00 WIB dalam program Kompetisi Panjang Internasional. Sutradara Sai Naw Kham hadir untuk bercerita dan menjawab pertanyaan para penonton.
Sai mendapatkan pertanyaan terkait bagaimana proses pembuatan film di daerah konflik Shan. Terutama dengan kondisi konflik di Myanmar yang telah mengalami eskalasi sejak Sai menyelesaikan Songs of Souls (2023). Sai sendiri mengakui bahwa sejak kudeta di Myanmar, ia telah melihat sendiri dampak perang dan kekerasan yang terjadi di sekitarnya. Kesedihan setelah melihat secara langsung ini lah yang menggerakkannya untuk membuat Song of Souls (2023).
Awalnya, Sai ingin membuat dokumenter etnografis historis yang berfokus pada lagu-lagu adat yang sekarang sudah hampir punah karena kurangnya ketertarikan untuk melestarikannya di antara anak muda di Shan. Penyanyi adat perempuan yang disorot di Songs of Souls (2023) sayangnya merupakan penyanyi adat terakhir dengan gaya penyair spontan khas tradisi Shan. Setelah mengenal lebih dekat perjalanan dan perjuangan pribadi para penyanyi adat Shan, Sai terinspirasi untuk mengambil tema yang lebih fokus pada isu konflik dan dampaknya terhadap sosial budaya dan para figur yang terus menghidupkannya di Shan.
Salah satu tema yang banyak mengundang pertanyaan dari penonton adalah kepergian banyak pemuda Shan ke Thailand, tidak hanya untuk melarikan diri dari konflik, tetapi juga karena kondisi ekonomi yang kurang baik. Meskipun ini adalah sesuatu yang seringkali dianjurkan oleh orang tua di Shan, Sai berkomentar bahwa dokumenter ini juga merupakan ekspresi untuk memanggil para anak bangsa pulang ke tanah air dan bertemu orang tua mereka.
Selama proses pembuatan film, Sai melewati sebuah perjalanan spiritual. Ia sebagai orang asli Shan percaya bahwa saat seseorang merasa ketakutan atau sedih, satu dari 32 jiwa yang ia punya akan hengkang dari badannya dan jiwa ini harus dipanggil kembali untuk melengkapi mereka. Sai menyatakan bahwa hal ini bisa dilihat sebagai sebuah metafora dari Song of Souls (2023), bahwa terdapat sesuatu yang perlu digali untuk mencapai sebuah pengertian atas kehilangan dan kepedihan orang-orang yang terdampak perang saudara selama ini.
Diliput oleh Aradi Ghalizha pada 4 Desember 2023.