Tetralogi Buru telah memberikan pengaruh besar dalam arena sastra dan budaya Indonesia. Empat novel karya Pramoedya Ananta Toer, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca telah membuka ruang alternatif pengetahuan mengenai fakta sosial pada era kolonial. Melalui tokoh Minke, bangsawan Jawa hasil representasi Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, Pram menggambarkan seluk beluk detail kolonialisme melalui pemikiran dan saling silang pertemuan orang-orang.
Merespons karya monumental tersebut, MILISIFILEM menjalankan sebuah proyek membaca Tetralogi Buru sebagai inspirasi dalam memproduksi film. Proyek ini melahirkan 3 film, yakni Pipit dalam Badai (Sparrow in the Storm) (Van Luber Parensen, 2023), Peta Gula (Sugar Map) (Ali Satri Effendi, 2023), dan Kulihat Kau Lihat Dia (I Watch You Watch Them) (Helmi Yusron, 2023). Ketiga film tersebut diproduksi dalam periode akhir pembelajaran kelas MILISIFILEM angkatan ke-6 (angkatan Edelweiss).
Proses pembuatan film ini dilakukan dalam waktu 5 bulan dimulai dengan pembacaan buku yang harus diselesaikan. Hal yang menarik dalam proses pembacaan buku tersebut, 10 orang tim produksi hanya membaca satu buku yang dibaca secara bergiliran. Oleh karena itu, ketika satu orang membaca, kesembilan yang lain bertugas merenung, membayangkan, dan membuka ruang imajinasi. Hasil dari renungan kontemplasi selama mendengar itulah yang menjadi salah satu pondasi estetika gaya bertutur dalam produksi film pada proyek ini.
Ketiga film hasil Proyek Minke MILISIFILEM ini dihadirkan pada Festival Film Dokumenter 2023 dalam program Lanskap. Film-film tersebut ditayangkan pada slot kedua penayangan film di Bioskop Sonobudoyo, Jumat (8/12/2023). Selepas pemutaran, penonton mengikuti sesi tanya jawab yang dihadiri sutradara Van Luber Parensen, Ali Satria Efffendi, dan Helmi Yusron serta didampingi oleh Otty Widasari selaku pengelola program.
Pertanyaan pertama berusaha mengorek pengaruh film Penyalin Cahaya (Wregas Bhanuteja, 2021) dalam simbolisasi fogging pada film dalam Proyek Minke, khususnya Pipit dalam Badai (2023). Menjawab hal tersebut, Van Luber menjelaskan bahwa hal tersebut hanyalah momentum dan merupakan sebuah realitas yang terjadi di Jakarta, sehingga bentuk tersebut merupakan fenomena yang ditangkap dan terbingkai dalam film, bukan sesuatu yang terasosiasi secara spesifik pada karya tertentu.
Selanjutnya, Ali Satri Efendi bergantian menjawab pertanyaan mengenai pandangannya mengenai siklus tutupnya pabrik gula, khususnya dalam film Peta Gula (2023). Ali menjelaskan ketika membaca buku kedua dari Tetralogi Buru, Anak Semua Bangsa, ia menangkap adegan perjalanan psikogeografi Minke berkeliling kebun tebu tanpa tujuan. Dalam perjalanan tersebut, Minke bertemu dengan petani–bangsanya sendiri–sehingga memahami peristiwa perampasan tanah dari mereka. Melihat hal tersebut, Ali terinspirasi untuk melakukan perjalanan serupa dan mendapatkan fakta bahwa ketika sawah tak lagi subur, maka akan langsung ditawar oleh pemilik modal kebun tebu. Meski tidak sekeras pada masa penjajahan, namun terjadi pengulangan peristiwa–mengalah pada pemilik modal. Pada masa penjajahan rakyat harus menyerahkan tanahnya untuk dijadikan lahan industri tebu, sedangkan di masa sekarang petani mesti menyerah pada keadaan di tangan pemilik modal.
Ketika ditanya mengenai karya selain buku Pram yang menjadi referensi dalam membuat filmnya, Helmi dengan sigap menjawab La Jetée (Chris Marker, 1962). Ia menggunakan karya tersebut sebagai referensi saat menyusun rencana estika yang akan dipakai, karena semua gambar dalam film Kulihat Kau Lihat Dia (2023) diambil dari foto. Ia juga menemukan referensi dari fotografer dunia, seperti Daidō Moriyama dan Henri Cartier-Bresson sebagai acuan dalam mengambil gambar di lapangan. Sedangkan untuk acuan film lainnya, Helmi menyebut Salut les Cubains (Agnès Varda, 1963). Keputusan Helmi untuk menciptakan film dari foto merupakan upayanya untuk merelevansikan konsep dalam Rumah Kaca (novel terakhir Tetralogi Buru) dengan zaman sekarang. Dalam proses kreatifnya, Helmi mengambil bentuk estetika fotografi lalu dibuat montase sehingga tercipta film Kulihat Kau Lihat Dia (2023).
Otty Widasari menambahkan, yang membuat Kulihat Kau Lihat Dia (2023) menarik adalah karena di buku terakhir Tetralogi Buru, Rumah Kaca, terjadi perpindahan subyek dari Minke ke Pangemanan. Dalam buku ini, Pangemanan diceritakan bertugas mengawasi gerak-gerik Minke yang dianggap berbahaya. “Yang dilakukan oleh Helmi adalah mengamati Pangemanan yang mengamati Minke. Oleh karena itu, dipilihlah judul Kulihat Kau Lihat Dia,” terang Otty.
Dalam kesempatan ini Van Luber, Helmi, dan Ali juga menceritakan persinggungannya dengan karya Pram sebelum pengerjaan Proyek Minke. Van Luber menceritakan pernah membaca buku pertama Tetralogi Buru, Bumi Manusia. Ali juga pernah membaca karya Pram, tapi di luar Tetralogi Buru, yakni Mangir. Sedangkan Helmi menjadi satu-satunya yang baru pertama kali membaca karya Pram dalam proyek ini.
Ketika ditanya mengenai impresi dan relevansi karya Pram di zaman sekarang setelah mengerjakan proyek ini, Helmi mengungkapkan, “Pram adalah salah satu penulis yang tulisannya tak lekang waktu, sehingga dibaca sampai kapan pun masih bisa relevan dengan pergerakan zaman”. Ia menambahkan bahwa perkembangan teknologi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, bahkan foto jadi sesuatu penting dalam Rumah Kaca. Ali menjelaskan, “yang membuat karya Pram masih relevan sampai sekarang adalah cara penulisannya yang sangat mudah diikuti secara teknis”. Hal inilah yang membuat karya Pram bisa dibaca oleh semua kalangan karena runtut dan mudah dipahami. Van Luber menjelaskan bahwa kutipan terkenal dari Pram “adil sejak dalam pikiran” telah terefleksi melalui karya-karyanya.
MILISIFILEM telah menyelesaikan Proyek Minke dengan menghasilkan 3 film. Namun, upaya untuk menuangkan pemikiran Pram dalam wujud sinema visual tak cukup berhenti sampai di sini. Ali pun memberikan kode dengan menyampaikan, “saya sebenarnya tidak menganggap ini selesai sih. Karena masih yang belum saya rekam dan saya tunjukkan.”
Diliput oleh Ahmad Radhitya Alam pada 8 Desember 2023.