Paul Pauwels, Direktur Utama Congoo BV Belgia, hadir di tengah-tengah peserta lokakarya IDOCLAB 2024 untuk memberikan materi mengenai pitching proyek dokumenter. Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di dunia industri produksi audiovisual, Paul telah mengajar dan mengelola lokakarya pengembangan serta produksi film dokumenter di lebih dari 35 negara.
“A successful pitch does not always lead directly to production, and an unsuccessful pitch does not necessarily mean the end of the project. (Pitching yang berhasil tidak selalu mengarah langsung pada kesuksesan produksi, dan kegagalan pitching juga tidak selalu berarti akhir dari proyek.)” Paul mengingatkan para peserta bahwa pitching bukanlah satu momen ajaib yang serta-merta akan mengubah hidup filmmaker dalam semalam. Pitching justru merupakan titik tolak awal dari petualangan panjang yang harus dilalui oleh tim proyek dokumenter.
Momen real-life pitching
Terdapat beberapa jenis pitching yang perlu diketahui dan diperhatikan oleh filmmaker. Selain melalui forum langsung (on-site) dan forum daring (online pitching), Paul menuturkan adanya pitching tak terduga yang ia sebut sebagai “real-life pitching.” Ini terjadi ketika filmmaker bertemu dengan mitra sponsor potensial di luar forum. Dengan begitu, ia harus siap untuk “menjual” proyek dokumenternya seefektif mungkin. Namun, filmmaker juga perlu memperhatikan target audiens, karakteristik pasar, serta fokus tema yang diminati oleh mitra sponsor tersebut. Filmmaker mesti mampu meyakinkan calon sponsor bahwa filmnya penting sekaligus sesuai dengan karakter audiens mereka. Dengan begitu, filmmaker, terlebih produser, dituntut untuk senantiasa profesional sekaligus luwes berjejaring demi kelancaran produksi proyeknya.
Jangan menjadi “pitch shark”
Paul juga mengimbau peserta untuk tidak menjadi “pitch shark”, yakni filmmaker yang hanya berfokus mencari pendanaan untuk filmnya. Di luar forum, pitching merupakan medium berjejaring yang perlu dibangun dan dijaga secara berkelanjutan. “You’re not just looking to get one film funded, you want to build a good working relationship for the future. Financiers are your partners, not walking wallets. (Jangan hanya mencari pendanaan bagi filmmu, tapi bangunlah juga jejaring kemitraan yang baik demi masa depan. Para sponsor adalah rekan kerjamu, bukan dompet berjalan semata.)”
Pentingnya latihan dan persiapan
“Rencana-rencana itu tidak penting. Yang penting adalah perencanaan,” apa yang dikatakan Eisenhower itu barangkali cukup mewakili berbagai tips yang disampaikan Paul kepada peserta terkait kesiapan melakukan pitching. Filmmaker perlu mengetahui jajaran panelis serta latar belakang peminatan isu yang mereka cari di forum pitching. Selain itu, performa filmmaker di forum pitching juga perlu diperhatikan. Bahasa tubuh, kontak mata, intonasi yang jelas dan tegas, kalimat pembuka dan penutup yang kuat, serta struktur dan konten proyek yang akan dipresentasikan adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan oleh filmmaker. Paul juga memberikan tips penting bagi para peserta, yakni: hindari improvisasi. Jangan mengatakan hal yang diragukan atau bahkan tidak pernah dilakukan.
Pastikan fokus dan lokus materi presentasi sederhana, tetapi tajam dan dalam, seperti kutipan dari Albert Einstein, yakni: “Make everything as simple as possible, but not simpler.” Dengan begitu, pemilihan materi visual pun trailer proyek dokumenter perlu dipersiapkan dengan hati-hati dan matang. Jangan dikte panelis mengenai apa yang seharusnya mereka rasakan ketika menonton trailer, tetapi biarkan riak-riak emosi mereka tergugah sendiri lewat tayangan trailer yang menampilkan satu-dua adegan kunci dalam film.
Kemudian, mengingat sempitnya waktu yang ada, tak semua elemen artistik pun detail dalam proses penggarapan proyek perlu dan dapat dituturkan dalam forum pitching. Paul mengatakan bahwa filmmaker cukup menyampaikan substansi elemen film yang menarik sekaligus menjual dengan tetap memperhatikan kelengkapan struktur pondasi proyek: apa dan/atau siapa yang diceritakan, kenapa itu penting untuk difilmkan, apa temanya, bagaimana perencanaan produksinya, serta alat-alat visual apa saja yang akan digunakan untuk menunjang penyampaian cerita? Lebih jauh dari itu, kenapa filmmaker mau mengorbankan hidupnya untuk membuat dan menyelesaikan film tersebut? Singkat, padat, jelas.
Dari pitching satu ke pitching yang lainnya
Pertanyaan-pertanyaan yang terlempar dari panelis di akhir sesi pitching sama pentingnya dengan proses pitching itu sendiri, ungkap Paul. Filmmaker harus bersiap dan menjawab berbagai potensi pertanyaan dengan jelas dan meyakinkan. Bila perlu, metode analisis SWOT dapat dilakukan untuk mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan dari panelis. Sesulit apa pun pertanyaannya, filmmaker harus tetap mempertahankan ketenangan dan meyakinkan panelis bahwa ia adalah mitra yang kooperatif dan kompeten.
Bagaimana pun, tidak ada pitching yang sempurna. Namun, seperti kata pepatah, practice makes perfect. Pitching bukanlah satu momen ajaib, melainkan satu pengalaman yang harus dimaknai sebagai bagian dari proses perjalanan panjang demi melahirkan dokumenter yang telah dicita-citakan. Setiap pitching adalah kesempatan untuk belajar, berkembang, dan berkontemplasi terhadap proyek dokumenter demi peningkatan progres di pitching-pitching berikutnya. “Pitching is a skill that improves with practice. Don’t expect your first pitch to be perfect.” (Pitching adalah kemampuan yang bisa ditingkatkan melalui latihan. Jangan berharap pitching pertamamu harus sempurna.)
Diliput oleh Hesty N. Tyas pada 7 November 2024 (Ed. Vanis)