“Bagaimana film dokumenter pendek yang menyajikan berbagai lapis sejarah ini bisa dijadikan sebagai media (untuk) membayangkan, memproyeksikan masa depan komunitas (subjek) yang didokumentasikan? Lalu masa depan yang seperti apa?” pertanyaan dari Moses, seorang pengunjung, membuka diskusi yang menarik pada pemutaran Kompetisi Pendek Festival Film Dokumenter 2024 kali ini.
Penayangan film dokumenter pendek yang terpilih pada Kompetisi Pendek diisi oleh A Journey of Island People (Arief Budiman, 2024), A Tale for My Daughter (Wulan Putri, 2024), Afterlives (Timoteus Anggawan Kusno, 2024), To Face My Father in Jambi (Anggun Pradesha, 2023), dan What Did You See and What Will You Remember? (Mahardika Yudha, 2023). Kelima film yang berkompetisi di Kompetisi Pendek tahun ini membawakan isu-isu masa kini, yang kemudian membentangkan jembatan multiarah menuju masa lalu dan masa depan. Mulai dari isu kolektif, hingga personal dan domestik. Diskusi yang dilakukan selepas pemutaran, dihadiri langsung Sutradara Anggun Pradesha, Sutradara Wulan Putri, dan Komarulloh, perwakilan film A Journey of Island People (2024).
Menjawab pertanyaan dari Moses, Komarulloh menyampaikan bahwa tentunya ada kesulitan untuk menghadirkan sejarah dan memproyeksikan masa yang akan datang pada sebuah film. Namun, Komarulloh yakin bahwa film adalah salah satu media untuk membangun peradaban, “Melalui film dokumenter, kami punya keyakinan di masa depan anak kami, masa muda anak kami, menjadi generasi muda yang ahistoris untuk selalu berkarya melalui film,” lanjutnya. Menambahkan Komarulloh, Wulan Putri merasa bahwa perlu upaya bersama, karena film hanya mampu membicarakan satu kepingan kecil saja dari peristiwa yang besar.
Berbicara mengenai kedekatan dengan subjek, perwakilan pembuat film yang hadir memiliki jarak yang berbeda-beda. Anggun, menjadi sutradara sekaligus subjek dalam filmnya sendiri. Wulan Putri, bukan bagian dari masyarakat Papua, tetapi memiliki kedekatan isu dengan subjeknya, yakni sebagai seorang ibu. Sementara Komarulloh, merupakan bagian dari liyan yang kelompoknya sedang didokumentasikan oleh pembuat film. Anggun menyampaikan bahwa filmnya merupakan proses pendekatan relasi dengan keluarganya. Sementara Wulan merasakan dirinya tengah berefleksi, “Sebagai seorang ibu yang memiliki anak perempuan, (Wulan) memandang dunia yang heteropatriarkis ini sebagai sesuatu yang tidak aman untuk perempuan,” ucapnya. Sementara itu, Komarulloh merasa senang karena dengan dokumenter, ada penutur ulang kisah moyangnya.
Film dokumenter tidak hanya berfungsi sebagai media untuk merekam sejarah, tetapi juga sebagai sarana untuk membayangkan dan memproyeksikan masa depan komunitas yang didokumentasikan. Melalui pendekatan personal dan kolektif, film dokumenter mampu membuka ruang bagi penonton untuk melihat hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Diliput oleh FadliAwan pada 5 November 2024 (Ed. Vanis)