Festival film bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga cara untuk mengubah sudut pandang terhadap film dan genre. Sejauh mana festival film dapat menantang dirinya sendiri dengan persilangan antara film dan batasan genre? DOC Talk kali ini akan menggali bagaimana pemrograman festival film berperan sebagai medium artistik dan tantangannya. Menjawab kegelisahan/pertanyaan tersebut, Festival Film Dokumenter 2024 mengadakan diskusi umum dalam kerangka DOC Talk berjudul What We Talk About?. Diskusi ini dilaksanakan pada 8 November 2024 di Ruang Rapat Taman Budaya Yogyakarta dan dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan dan demografi. Memimpin diskusi, telah hadir moderator Sandeep Ray dengan pembicara Sébastien Simon, seorang programmer festival di Busan International Short Film Festival dan Thong Kay Wee, seorang programmer festival di Singapore International Film Festival.
Membuka sesi DOC Talk kali, Sandeep Ray memberikan pertanyaan lelucon kepada pembicara dan penonton, “What do you want to be when you grow up? I have never listened to a single kid who wants to be a film programmer.” (Apa cita-citamu? Saya tak pernah mendengar menjadi programmer film adalah jawaban pertanyaan itu, ed.) Pertanyaan menggelitik itu disambut oleh tawa para pengunjung yang hadir. Kemudian Sandeep menyilakan Sébastien untuk memulai presentasinya yang berjudul ‘Film Festival Programming: A Form of “Macro-Editing”’. Sébastien memaparkan materinya dengan pendekatan dirinya sebagai seorang editor. Tumbuh menjadi seorang editor, Sébastien Simon menganalogikan bekerja sebagai programmer film layaknya seorang editor. Menurutnya, menjadi seorang editor artinya mampu meningkatkan kekuatan untuk memilih shot. Begitupun ketika menjadi seorang programmer film, Ia harus memilih film yang mampu mewakili artikulasi visual, menyampaikan sebuah kisah, serta mampu memberikan kejutan kepada penonton.
Ketika memilih film ke dalam sebuah program, seorang programer harus bisa menyusun berbagai film untuk digabungkan ke dalam satu jalur yang utuh dan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengajak penonton agar mampu merasakan emosi yang sama pada tiap-tiap film. Sébastien Simon juga bercerita bagaimana ia harus memilih hanya 90an film dari sekitar 4000an film yang terdaftar. Hal itu memerlukan kemampuan memilih dan menyeleksi yang baik. Ia juga harus mengelompokkan film-film yang telah terpilih ke dalam satu program yang dapat mengartikulasikan isu, visual, hingga emosi yang sama. Simon menegaskan sebagai seorang programmer bukan hanya harus memiliki kemampuan untuk menonton, tetapi juga memperhatikan seluruh aspek di dalam film. Dalam presentasinya, Simon juga menegaskan bahwa film dan festival film sama-sama memiliki kesamaan, yakni mereka sama-sama dibuat untuk penonton.
Sementara itu, Kay Wee berpendapat bahwa film-film yang dipilih dalam sebuah program film, artinya film tersebut merupakan film terbaik, baik dari segi visual maupun cerita di antara film-film terdaftar lainnya. Di dalam pengalamannya, Kay Wee harus mampu memilih dan memrogramasi berbagai jenis genre film, meliputi film fiksi dan dokumenter. Menurut Kay Wee, seorang programmer juga harus menyadari isu yang diangkat di dalam film, seperti adanya proyeksi budaya dan politik, bahkan seorang programmer film harus menyadari kemungkinan-kemungkinan film yang akan menjadi pilihan penonton.
Ketika Sandeep Ray bertanya, “Why do we have film festival?” (Mengapa kita punya festival film?) ed.), Sébastien Simon dan Thong Kay Wee sepakat bahwa festival film akan membuat sinema tetap hidup. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa dengan penyelenggaraan festival film, akan berkaitan dengan kebutuhan ekonomi hingga pengarsipan budaya. Melalui pandangan Sébastien Simon dan Thong Kay Wee, diskusi ini mengeksplorasi bagaimana kurasi film dapat menghubungkan tema-tema yang kompleks serta mempertimbangkan isu sosial, politik, dan budaya. Program film festival tidak hanya menjadi pilihan tontonan tetapi juga medium artistik yang merefleksikan dinamika sinema kontemporer dan kebutuhan audiens.
Diliput oleh FadliAwan pada 8 November 2024 (Ed. Vanis)