Di Balik Layar From Island to Island: Sebuah Ambisi untuk Kebenaran yang Aksesibel

— Berita
FFD 2024

Kompetisi Panjang Internasional Festival Film Dokumenter tahun ini menitikberatkan pada perkembangan pembuatan film dokumenter saat ini, baik dalam bentuk maupun fungsinya. Mengingat sifatnya yang terus berkembang, pembuatan film dokumenter sekarang tidak hanya mengenai membuat yang tak terlihat menjadi terlihat, tetapi sering juga menjelajah ketegangan di antaranya, dan dengan itu eksperimen tentang cara realitas masa kini dan masa lalu dapat direproduksi. From Island to Island (Kek-Huat Lau, 2024) menampilkan pergeseran ini. Sebuah film yang telah diputar di IFI-LIP pada Senin, 4 November sebagai bagian dari program Kompetisi Panjang International.

From Island to Island (2024) menggali ingatan sejarah Taiwan dan beragam identitas di dalamnya selama Perang Dunia II, ketika Taiwan masih menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang. Hal ini berpusat pada memori lintas generasi, menyelami berbagai dialog yang disajikan melalui banyak media seperti dokumen dan buku harian yang mengeksplorasi pengalaman antar tentara, dokter, dan diaspora Taiwan di Asia Tenggara saat itu. Kek-Huat Lau, sutradara pemenang penghargaan, menyisihkan waktunya untuk berbicara mengenai perkembangan dalam ranah pembuatan dokumenter, yang telah disebutkan sebelumnya, ditampilkan dalam sebuah serpihan personal bagi sang sutradara, seorang kelahiran Malaysia yang berbasis di Taiwan.

“Saya bertanya pada diri sendiri, sejarah seperti apa yang saya ingin anak saya ketahui? Semua sejarah ini tidak diketahui oleh anak muda Taiwan, bahkan dalam buku-buku sejarah pun tidak dituliskan. Saya juga tidak ingin mereka menjauh dari bagian sejarah ini,” kata sutradara Lau tentang motivasinya untuk membuat film dokumenter ini. Sutradara Lau menjelaskan motivasi ini telah menggerakkan dirinya dan karyanya.

Di luar pemutaran film dokumenter secara utuh yang berdurasi hampir lima jam ini, sang sutradara bahkan menyediakan potongan segmen film berdurasi sekitar sepuluh hingga dua puluh menit yang dapat digunakan guru-guru sejarah di Taiwan dan Jepang untuk ditayangkan di kelas secara cuma-cuma. Sutradara Lau juga menjelaskan penggunaan reka ulang secara eksploratif dalam film From Island to Island (2024), sesuatu, yang diakuinya, sering tidak dilakukan pada karya-karya sebelumnya, yang mengaburkan batas-batas pembuatan film fiksi dan nonfiksi. Penggunaan reka ulang ini sebagai interpretasi ulang atas realitas masa lalu, seperti yang telah dijelaskan. Hal ini merupakan pilihan artistik yang sebenarnya yang lagi-lagi bertujuan untuk menegaskan ambisinya mengenai aksesibilitas untuk semua, “Saya memutuskan bahwa film ini tidak boleh terbatas hanya pada orang-orang yang menonton di festival film. Film ini dibuat agar lebih mudah didekati untuk semua penonton, bahkan juga termasuk penonton TV. Caranya (untuk melakukannya) adalah melalui reka ulang.”

Disajikan membawa fakta bahwa kebenaran tentang Taiwan sering disembunyikan dan bahkan ditulis ulang, Direktur Lau dengan penuh semangat mempromosikan karyanya dihadapan orang-orang yang mempercayai sejarah seperti yang tertulis pada buku-buku. Ia mengungkapkan bahwa dirinya sangat termotivasi setelah disambut dengan kemarahan dari orang-orang Taiwan yang lebih muda setelah menunjukkan bagian awal yang sesuai rencana selama dua setengah jam. Mereka bersikap defensif setelah ditunjukkan sesuatu yang mereka lihat sebagai bentuk dari kebejatan masa lalu yang bukan generasi mereka lakukan. Terheran-heran, Direktur Lau memutuskan untuk menambahkan kedalaman lebih lanjut pada film dokumenter tersebut, yang bertujuan untuk memecahkan wacana itu. From Island to Island (2024) akhirnya memakan waktu sekitar lima tahun untuk dibuat, dalam proses yang dilatarbelakangi oleh tujuan tertentu yang akhirnya menjadi mahakarya berdurasi 290 menit. “Saya ingin anak saya menjadi seseorang yang dapat menyanggah ketika para guru mengajarkan sesuatu yang tidak benar. Saya harap semua anak muda Taiwan akan seperti itu,” Direktur Lau menanggapi bahwa sejarah tidak boleh hanya disuapkan, dan membawa harapan dapat berperan dalam menginspirasi generasi baru sebagai pemikir bebas.

Lebih penting lagi, Sutradara Lau adalah pendukung kuat film dokumenter untuk menjadi media untuk mengeksplorasi ketegangan emosional ketika akhirnya terekspos pada kebenaran. Ia memastikan untuk melibatkan banyak suara yang berbeda dalam From Island to Island (2024), karena ia tidak ingin menuduh secara sepihak dalam film dokumenter tersebut. Sebaliknya, ia menjelaskan alasan bahwa From Island to Island (2024) sebenarnya bertujuan untuk menimbulkan sebuah gesekan. Gesekan yang sering kita hadapi ketika menghadapi fakta-fakta yang tidak nyaman di masa lalu termasuk para pelaku, “Kita harus bertanya pada diri sendiri, jika kita menempatkan diri pada posisi mereka dan kita hidup di usia itu, apakah kita cukup berani untuk membuat keputusan yang lebih baik? Ini sulit. Ini perihal kemanusiaan.”

Diliput oleh Aradi Ghalizha pada 5 November 2024. (Ed. Vanis/Trans. Shafira Rahmasari)