Memasuki hari kelima dalam perhelatannya, semangat FFD tidak surut. Kamis, 5 Desember 2019, FFD 2019 telah melangsungkan Doctalk panel Hacking Methods & Ethics Issue; “Intimacy and Ethics: Universal or Contextual?” di Kedai Kebun Forum. Pada kesempatan ini peserta diskusi diajak untuk mengetahui lebih jauh mengenai obsesi intimasi yang menggiring pada perilaku eksploitatif.
Doctalk panel Hacking Methods & Ethics Issue; “Intimacy and Ethics: Universal or Contextual?” dibuka oleh Dag Yngvesson sebagai moderator. Kemudian dilanjutkan pemaparan materi oleh ketiga pembicara, antara lain: Shin Eun-shil (programmer of Seoul Independent Documentary Film Festival (SIDOF), Korea Selatan), DS Nugraheni (filmmaker, Indonesia), dan Tonny Trimarsanto (filmmaker, Indonesia).
Tonny mengungkapkan jika kita sebagai filmmaker, kita harus menjadi bagian yang menyatu dengan film. Memang sulit untuk mendapat kepercayaan dari subjek hingga tidak ada batasan lagi yang membatasi. Persoalan yang muncul adalah apakah kedekatan yang intim akan menimbulkan eksploitasi? Jawabannya adalah kalau dekat dan intim, maka tidak akan terjadi eksploitasi.
Orang yang pertama kali berhak untuk menonton film adalah subjek. Jika subjek tidak menghendaki, maka scene akan diganti. Tetapi sejauh ini Nugraheni belum menemukan masalah tersebut. Sudah seharusnya filmmaker bertanggung jawab jika ada film yang bermasalah pada subjek.
Sedangkan menurut Shin, masalah etik disebabkan oleh hubungan khusus antara subjek dan pembuat film, tidak hanya untuk mendapatkan otorisasi pembuatan film dan distribusi. Masalah etik biasanya berpusat pada proses pembuatan film.
“Jika dari film timbul masalah dan ditinggalkan maka hal ini baru bisa disebut eksploitasi,” ungkap Nugraheni.
Selama kita masih memiliki hubungan baik dengan subjek, maka tidak terjadi masalah. Keintiman akan terbangun jika kita mendapat kepercayaan. Jika hubungan yang terjadi itu intim, maka eksploitasi tidak akan terjadi karena ada kepercayaan di dalamnya.
Penulis: Dinda Agita Dewi