DOC Forum: Kerja-Kerja Tak Kasat Mata di Balik Festival Film

— Highlight Program
FFD 2022

Film, tentu saja, merupakan suguhan utama sebuah festival film. Namun, tak banyak disadari bahwa praktik penyelenggaraan festival film harus melalui langkah-langkah yang panjang. Pada gelaran Festival Film Dokumenter 2022, program DOC Forum menggagas sebuah ruang diskusi bertajuk Melihat Kerja di Balik Festival Film. Diskusi ini membahas tentang bagaimana praktik penyelenggaraan festival film diterapkan pada wilayah institusi pendidikan. Dihadiri oleh perwakilan komunitas film dari berbagai wilayah di Indonesia, diskusi DOC Forum ini dipantik oleh Annisa Rachmatika Sari, pengajar di Universitas Dian Nuswantoro Semarang, dan Sazkia Noor Anggraini, pengajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 

Sebelum film diputar, proses penjaringan, kurasi, dan pemilihan film adalah proses vital yang harus ditempuh penyelenggara festival. Penjelasan mengenai pemrograman film dibawakan oleh Annisa Rachmatika Sari yang menyatakan bahwa kompleksitas festival film sebenarnya dapat dipelajari di dunia kampus. Universitas Dian Nuswantoro Semarang mengimplementasikan sistem ini dengan cara menyusun 7 mata kuliah yang saling berkesinambungan. Pengetahuan yang didapatkan oleh mahasiswa dapat membawa mereka terjun ke dalam dunia pemutaran film. Selanjutnya, Sazkia Noor Anggraini membawakan penjelasan perihal program Festival Film dan Kuratorial di Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang diinisiasi berdasarkan kegelisahan mahasiswa akan kurangnya peran kampus dalam menyediakan referensi film yang segar. Hal ini menjadi awal mula dibentuknya program penayangan film reguler, Sewon Screening. Sejak dibentuk pada 2015, program penayangan ini lambat laun digabungkan ke dalam kurikulum ISI Yogyakarta sebagai tugas independen mahasiswa.

Pembahasan didominasi dengan pertanyaan mengenai implementasi langsung program-program kuliah ini di dunia nyata.  “Festival film kampus terkadang eksklusif, tidak merangkul komunitas.”, keluh Dimas Erdhinta, perwakilan komunitas Solo Documentary. Pernyataan ini dia utarakan saat dia berkaca pada bagaimana terbentuknya komunitas Solo Documentary yang juga berangkat dari komunitas film kampus. Aspek ini menyebabkan adanya refleksi akan sistem perkuliahan yang bergelut dalam menangani festival film. Ke depannya, diharapkan bahwa akan ada peran mahasiswa dalam mengkaji efektivitas kesuksesan festival film yang bisa diimplementasikan ke dalam program mata kuliah. Asimilasi antara riset serta inovasi diharapkan dapat  memantik kepedulian mereka, sehingga dapat melihat festival film sebagai ranah distribusi dan jejaring.

Komunitas film Solo Documentary dan Komunitas Film Kupang menyatakan kekhawatirannya akan rendahnya minat masyarakat desa untuk menonton film, terutama film dokumenter. “Setelah makanan yang disediakan habis tapi film belum selesai, masyarakat desa sudah pergi”, ucap salah satu representasi komunitas. Mereka beranggapan bahwa tingginya volume produksi film sepatutnya diiringi oleh festival film sebagai wadah untuk menayangkan film-film tersebut. Kedua narasumber mengawali jawaban akan permasalahan ini dengan kutipan Peter Bosma (2015): “The new curatorial strategy is to open up the films”, yang diartikan sebagai keharusan komunitas film yang akan menyelenggarakan festival film untuk memperhatikan proses penjualan film yang akan ditayangkan melalui pengemasan yang menarik. Film yang akan ditayangkan di dalam sebuah festival film harus disesuaikan dengan demografi penonton.

Berangkat dari keluh kesah setiap komunitas film, diskusi DOC Forum kali ini menjadi sarana para komunitas film untuk menyampaikan pendapat dan suara mereka atas permasalahan yang dialami oleh masing-masing komunitas. Setiap representasi teguh pada keinginannya untuk menyuarakan pendapatnya akan adanya kendala festival film yang lekat pada daerah mereka masing-masing. Forum ini menghadirkan adanya harapan dan angin segar di tengah permasalahan yang ada melalui inovasi serta menargetkan isu-isu ini ke dalam program perkuliahan yang berkecimpung di dalam festival film agar dapat bertemu dengan solusi jangka panjang. 

 

Diliput pada 16 November 2022 oleh Davina Damayanti