Pada 17 November 2022, empat film dalam program Kompetisi Dokumenter Pendek diputar di Gedung ex Bioskop Permata, Yogyakarta. Keempat film tersebut antara lain, My Father’s Love, Sokoguru (The Farmer), Homebound, dan Sedap Malam (Agave Amica). Pemutaran ini diikuti dengan sesi tanya-jawab bersama para pembuat film. Telah hadir Yosua Wisena, Eko Fitri Yulyanto, Ismail Fahmi Lubis, dan Gembong Nusantara yang siap menerima pertanyaan dari para penonton. Selain itu, hadir juga Wulang Sunu, animator film Homebound.
Sebelumnya, moderator meminta para pembuat film untuk menceritakan sekilas tentang film yang telah mereka garap dan apa motivasi di balik pembuatan film tersebut. Berikut adalah rangkuman diskusi tanya-jawab bersama pembuat film dan para penonton yang hadir di pemutaran.
Apa motivasi pembuatan film ini?
Yosua Wisena
Pemantik dari film ini, ya, karena saya merasakan keanehan di keluarga saya. Terus, saya bisa membuat apa dengan keanehan itu? Ya sudah, saya rekam dulu saja, kemudian saya susun. Begitulah awalnya film ini. Tidak ada proses perkenalan, karena memang keluarga saya sendiri. Yang menjadi fokus adalah bagaimana saya konsisten dalam merekam, agar bisa mendapatkan momen-momen yang bagus. Saya ingin menceritakan keluh-kesah saya sendiri, jadi saya menggunakan treatment partisipatoris dalam film ini.
Eko Fitri Yulyanto
Saya ingin bikin film tentang pertanian organik dengan subjek utama Pak Paiman. Tapi dalam proses produksinya, ketika sudah 60%, Pak Paiman meninggal. Jadi, saya beralih membuat cerita yang baru dengan subjek yang baru juga. Akhirnya, jadilah film ini. Ketika ada keputusan untuk mengubah subjek, ada kesulitan di situ.
Ismail Fahmi Lubis
Film ini sebenarnya kita mau shooting real-nya, tapi karena Covid. Jadi kita mengubah konsep dan bikin animasi. Dokumenter yang dianimasikan begitulah kira-kira.
Wulang Sunu
Dalam proses pembuatan animasi, yang cukup membutuhkan waktu adalah observasi ruang hidupnya Mbak Tari. Dia kerja di mana, kamarnya seperti apa, dan lain sebagainya. Saya mengamati beberapa foto yang dikasih. Sempat ke rumahnya Mbak Tari juga. (Semua itu dalam rangka) proses pendekatan realitas.
Gembong Nusantara
Permintaan bunga waktu itu sedang naik-naiknya, padahal lagi lockdown, kan nggak ada acara atau apa. Ternyata itu buat pemakaman. (Di film ini) subjeknya bunga. Saya cari info lewat petani bunga di Bandungan dan Magelang. Habis itu, baru bertahap sampai di pasar di Jakarta. Treatment yang digunakan dalam film ini adalah observasi.
Untuk Filmmaker Homebound: awalnya penginnya ini riset secara real, bukan animasi. Apakah keinginan awalnya adalah jadi dokumenter panjang? Kemudian, ini kayaknya pas banget dapat tokoh Tari karena storyteller-nya bagus banget. Apakah dalam proses pembuatan ceritanya Tari juga berperan dalam menyusun story-nya?
Ismail Fahmi Lubis
Film ini memang film pendek. Kemudian, Tari memang bagus dalam menulis cerita. Yang paling susah itu adalah cara mengucapkannya karena Tari suka baca puisi. Jadi awalnya didayu-dayukan. Saya bilang, jangan, anggap saja kamu lagi cerita biasa.
Untuk Filmmaker My Father’s Love: film ini jadi lucu karena ini era post-covid. Karena direkam saat Covid, apakah ada proyeksi bahwa film ini bisa dinikmati lebih ketika era Covid sudah berlalu? Karena waktu itu kita memang menganggap keparnoan-keparnoan itu sebagai suatu kenormalan.
Yosua Wisena
Waktu produksi saya nggak kepikiran itu. Yang penting saya rekam dulu. Waktu proses editing, baru tercerahkan bahwa ini bakal jadi momen lucu, nih. Sebenarnya nggak ada rencana untuk gimana-gimana,cuma untung-untungan aja.
Untuk Filmmaker The Farmer: di scene awal dan scene akhir ada dokumen dengan tulisan “Patah Tumbuh Hilang Berganti”. Bisa dijelaskan apa maknanya dan kenapa ada dokumen itu di sana?
Eko Fitri Yulyanto
Pak Paiman itu penulis. Kenapa mengawali dengan kalimat itu? Karena film ini memang tentang harapan Pak Paiman. Yang jelas, Beliau itu pertama kali punya kesadaran buat menulis itu ketika beliau masuk ke Pulau Buru, jadi tahanan politik. Orang yang memotivasi untuk menulis salah satunya adalah Pak Pram. Setelah itu beliau aktif menulis.
Apakah dalam pembuatan film dokumenter ini ada aturan-aturan tertentu yang membedakannya dengan film-film komersial pada umumnya? Misalnya, tidak boleh memasukkan unsur cerita (fiksi). Saya pikir, kenapa di dalam film dokumenter tidak dimasukkan konflik saja agar orang tertarik menonton film dokumenter? Sejauh apa film dokumenter itu boleh direka?
Ismail Fahmi Lubis
Yang membedakan dokumenter dengan fiksi adalah tidak ada acting di dokumenter. Si A ya Si A. Misalnya petani ya petani. Petani dengan problemnya, dengan caranya menyelesaikan masalahnya. Tergantung skill masing-masing director juga.
Jawaban tersebut merangkum pendapat dari pembuat film lainnya.
Diliput pada 17 November 2022 oleh Hesty N. Tyas