Perang dan konflik geopolitik selalu meninggalkan residu yang mengguncang kemanusiaan. Entah luka yang dirasakan langsung oleh korban, maupun duka mendalam atas kebijakan yang tidak manusiawi. Duka itu merentang jauh di ceruk mata letih di balik kacamata Runa, gadis pengungsi Kurdi berumur 16 tahun yang terjebak bersama keluarganya di hutan pinus dingin di perbatasan Belarusia dan Polandia. Ialah punggawa cerita dalam Silent Trees (Agnieszka Zwiefka, 2024).
Konflik geopolitik yang melibatkan Belarusia di bawah kepemimpinan presiden otoriter Alexander Lukashenko dan negara-negara Uni Eropa, khususnya negara-negara tetangganya, berdampak besar bagi pengungsi dan para pencari suaka dari Timur Tengah. Sebelumnya, pada 2021, Lukashenko membuka rute migrasi baru dengan mengeluarkan visa turis untuk para pengungsi dan menjanjikan mereka akses ke Eropa melalui hutan. Secara politis ia mendorong para pengungsi dan pencari suaka untuk berbondong-bondong mencari perlindungan ke Eropa. Namun, konflik yang ditimbulkan setelah dilantiknya Lukashenko sebagai presiden dan perang Rusia-Ukraina membuat Ukraina, Lithuania, hingga Polandia menutup jalur perbatasan. Kebijakan politis ini juga tak lepas dari tuduhan sebelumnya bahwa tentara Rusia memasuki Ukraina melalui perbatasan Belarusia.
Penutupan perbatasan dengan Belarusia oleh Polandia inilah yang kemudian menciptakan situasi genting dan ironi. Dengan alasan untuk membendung agresi Rusia, penutupan perbatasan Belarusia-Polandia mengakibatkan puluhan migran terjebak di area hutan yang dingin dan penuh rawa, tak terkecuali Runa dan keluarganya. Mereka berjuang bertahan hidup untuk lepas dari kondisi ketidakpastian ini. Kondisi hutan yang dingin dan memiliki banyak rawa membuat puluhan pengungsi tak pernah bisa merasakan suaka. Bahkan, harapan untuk membuka mata setelah memejamkannya nampak mustahil. Itu pula yang terjadi kepada ibu Runa dan bayi di dalam kandungannya, mereka tak pernah bisa lagi pulang ke rumah sebab terkena hipotermia akut dan menghembuskan napas terakhirnya.
Kehilangan ibu membuat Runa mesti melakukan lompatan besar dalam hidupnya. Ia harus menjadi dewasa sebelum waktunya, sebab ia harus mengambil peran ibunya untuk merawat keempat adik laki-lakinya. Ia pun mesti mendampingi ayahnya yang sedang depresi untuk membangun kembali keluarganya dan mendapat suaka di Polandia.
Zwiefka, sebagai penulis dan sutradara, benar-benar menjadi perantara atas suara yang tak terdengar dan peristiwa yang tak terlihat mata. Melalui Silent Trees (2024), ia menyampaikan kisah Runa dan keluarganya dalam tiap rekaman yang subtil. Rekaman suara permohonan pertolongan, rekaman video di berbatasan, fragmen-fragmen berita dan pengumuman pemerintah, hingga detail percakapan ayah Runa dan orang tuanya lewat ponsel; segalanya adalah penanda perjalanan yang berharga. Zwiefka seolah tidak ingin memotong emosi subjek sedikit pun melalui tangkapan-tangkapan gambar yang terekam. Bersama sinematografer Kacper Czubak, mereka mencoba menangkap momentum sedetail mungkin seperti potret ayah Runa yang tak bisa membendung kesedihan di dalam mobil dalam sinaran cahaya ponselnya.
Namun, secara etis mereka memilih jalan untuk tidak merekam momentum yang teramat subtil dan memilih untuk merekam lewat sela-sela pintu yang terbuka. Untuk memotong jarak emosi tersebut, Yellow Tapir Films mengambil peran penting. Rangkain animasi abstrak dan hitam putih tersebut merentangkan suara dan bayangan yang tak tertangkap melalui rekaman kamera. Gambar hitam pohon yang bergerak dan berubah wujud merupakan representasi trauma-trauma dan bayangan yang melintang menghantui Runa; dan di batang-batang pohon yang diam itulah ketakutan diciptakan dan memori dilekatkan.
Runa adalah satu dari sekian banyak penyintas yang mengalami tragedi kemanusian atas kebijakan geopolitik yang absurd. Dokumenter 84 menit ini membuka ruang pemahaman kita untuk mengetahui kondisi para pengungsi dan pencari suaka Timur Tengah di Eropa. Konflik semacam ini barangkali merupakan sesuatu yang dekat di sekitar kita. Anda dapat mengikuti dan turut merasakan pahit getir perjuangan Runa dan keluarganya dalam Silent Trees (2024) yang tayang dalam Program Kompetisi Panjang Internasional FFD 2024. (Ahmad Radhitya Alam) (Ed. Vanis)
Detail Film
Silent Trees (Drzewa Milcza)
Agnieszka Zwiefka | 84 Min | 2024 | Denmark, Germany, Poland
Berkompetisi dalam kategori Kompetisi Panjang Internasional
Festival Film Dokumenter 2024
Jadwal Tayang
Nov. 2 | 19:00 WIB | Ruang Seminar, TBY
Nov. 5 | 19:00 WIB | Militaire Societeit, TBY