“Aqui há (nada)… Atravesse a passarela e conhecida a Ouvidor.” (Di sini tidak ada apa-apa… Seberangi jembatannya dan temuilah Ouvidor, ed). Begitulah bunyi coretan di sebuah fasad gerbang jembatan penyambung gedung Red Bull Station São Paulo dan pesanggrahan seniman Ouvidor 63. Rangkaian kata tersebut meringkas dinamika dari terciptanya ekosistem seni yang organik di sebuah gedung terbengkalai. Gedung itu disulap menjadi wilayah pemukiman komunal seniman dari berbagai negara yang terhimpit segala tekanan eksternal, mulai dari ancaman penggusuran dari pihak aparat pemerintahan Brazil yang pada saat itu diduduki oleh kelompok nasional sayap kanan hingga intervensi gerak laku seni mereka yang ditunggangi korporasi multinasional Red Bull. Ouvidor (Matias Borgström, 2023) membungkus wacana tentang isu kelangkaan infrastruktur pemukiman mapan bagi jutaan masyarakat Brazil, khususnya di São Paulo. Adanya kelangkaan tersebut kemudian memosisikan masyarakat dalam suatu kondisi riskan bagi mereka untuk menempati gedung-gedung terbengkalai yang notabene tidak memiliki jaminan keamanan.
Melalui perspektif para seniman pemukim Ouvidor 63, kita diajak untuk ikut menjalani seluk-beluk proses perjuangan mereka untuk menjadikan Ouvidor sebagai lambang perlawanan terhadap represi pemerintah yang–pada waktu itu–bahkan tidak dapat mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakatnya. Seniman-seniman ini mengalami sebuah pengalaman yang membuat mereka terpojok, untungnya mereka tidak melulu harus menghadapi polisi sendirian. Banyak pihak yang pada akhirnya berjibaku bersama dengan para seniman mulai dari gerakan perumahan masyarakat São Paulo (Centre of People’s Movement) sampai pada entitas komisi hak asasi manusia.
Selain permasalahan eksternal, Ouvidor 53 selaku panggung dari krisis sosial juga tidak turut lupa untuk mengingatkan kita bahwa dinamika kehidupan tidak pernah berhenti dan dapat muncul dari segala arah. Kali kedua sebuah tantangan hadir menguji relasi antar seniman agar tetap merawat rumah mereka walaupun terkadang berbeda dalam prinsip. Tantangan tersebut hadir ketika ada kesempatan besar seperti ekshibisi seni Biennial di Ouvidor 36 untuk kedua kalinya di tahun 2022 yang kali ini “disokong” oleh Red Bull. Pada bagian proses pengerjaan Biennial, kita mendapati para seniman memiliki posisinya masing-masing dalam menanggapi kehadiran Biennial dan Red Bull. Dalam garis besarnya, seniman-seniman tersebut merumuskan peristiwa ini sebagai titik penentu perihal akan dibawa ke manakah Ouvidor ini akan tumbuh.
Prosesnya dipenuhi dengan perasaan pelik berbalut tekanan baik yang datangnya dari pihak Biennial ataupun dari rekan-rekan seniman penghuni Ouvidor sendiri. Namun, pada akhirnya sekali lagi, para seniman ini mampu membuktikan integritas semangat juang mereka untuk tumbuh memanfaatkan momentum untuk mengartikulasikan gedung ini menjadi gedung serba bisa yang mampu menjadi episentrum penciptaan budaya dalam segala bentuk penerjemahan.
Melalui Ouvidor (2023), Sutradara Matias Borgström menyusun pandangan mengenai bagaimana seniman juga pada akhirnya adalah manusia seperti kita, punya titik pengenalan dan pembiasaan pada sesuatu yang belum pernah kita temui dalam situasi tertentu, membutuhkan pertolongan dari segala sisi, dan perlu membaur dengan berbagai masyarakat. Melebihi dari sifat kemanusiaan tersebut, terdapat kesadaran bahwa manusia seniman itu selalu mencari segala bentuk kebebasan walaupun terkadang harus menghadapi berbagai rupa kungkungan. (Gantar Sinaga) (Ed. Vanis)
Detail Film
Ouvidor
Matias Borgström | 74 Min | 2023 | Brazil
Berkompetisi dalam kategori Kompetisi Panjang Internasional
Festival Film Dokumenter 2024
Jadwal Tayang
Nov. 4 | 19:00 WIB | Amphitheater, TBY
Nov. 8 | 19:00 WIB | Ruang Seminar, TBY