Sekitar pukul 14.45 WIB pada 5 Desember 2023, Bioskop Sonobudoyo dikerumuni antrean penonton yang beramai-ramai memenuhi setiap kursi yang tersedia. Mereka datang untuk menyaksikan slot kedua pemutaran film Feeling the Apocalypse (Chen Sing Yap, 2022) dan RITUAL, Part IV: The Blends (Robby Ocktavian, 2023). Kedua film tersebut merupakan bagian dari program Perspektif yang pada tahun ini berfokus pada topik mengenai antroposen. Pada sesi ini, telah hadir Robby Octavian selaku sutradara film RITUAL, Part IV: The Blends (2023). Film ini merupakan reinterpretasi dari karya sastra (novel) karya penulis Samarinda, Korrie Layun Rampan, berjudul Upacara dan berfokus pada Belahan 4: Nalin Taun. Didasarkan pada karya tersebut, RITUAL, Part IV: The Blends (2023) membahas mengenai upacara dan siklus kehidupan yang dikontekstualisasikan dengan kehidupan masa kini. Film ini juga menangkap fenomena antroposen dengan mengkritisi kerusakan lingkungan berdasarkan narasi dari novel Upacara.
Dimoderatori Ronny Agustinus, pengelola program Perspektif, para penonton diberikan kesempatan untuk mengikuti sesi tanya jawab bersama Robby Ocktavian. Sesi ini diawali dengan pertanyaan yang mengkritisi judul dan bentuk ritual simbolis yang tidak ditemukan sepanjang film. Menanggapi pertanyaan tersebut, Robby menjelaskan bahwa judul film merujuk pada hasil interpretasi novel Upacara. Berdasarkan narasi dalam novel tersebut, upacara dilakukan untuk menjauhkan dari hal yang buruk. Namun, pada saat ini, dikarenakan keadaan sudah buruk, maka ritual yang terjadi merupakan kehidupan yang terus berulang dan ritus yang diakomodir oleh sebuah sistem.
Dalam kesempatan ini Robby turut menjelaskan bahwa suara-suara tumpang tindih yang muncul di akhir film merupakan rangkaian suara hasil wawancara dengan narasumber dari berbagai latar belakang. Tumpang tindih informasi yang saling menutupi menjadi pengalaman yang berusaha ditawarkan Robby melalui film RITUAL, Part IV: The Blends (2023). Ketidakselesaian informasi yang tak saling terhubung menciptakan kolase Kota Samarinda dalam rangkaian wacana pada satu layar. Bentuk ini merupakan upaya visualisasi saling tindih wacana ekologis, sosial, dan budaya untuk melihat posisi Samarinda dan sentralitas sungai yang ada di sana. Dari tumpang tindih informasi, isu pariwisata menjadi sektor yang yang dikritisi melalui wacana antroposen. Robby menjelaskan bahwa pariwisata yang diciptakan hanya sebuah upaya mengungkap eksotisme alam tanpa adanya upaya keberlanjutan. Begitu pula dengan pariwisata urban yang ditawarkan di kota tersebut yang tidak memiliki akar yang kuat di masyarakat.
Di akhir sesi ini, Robby menjawab mengenai narasi punk yang ada di akhir film RITUAL, Part IV: The Blends (2023). Jika pada umumnya punk lahir dari pemberontakan terhadap sistem, maka punk di Samarinda lahir dari gaya busananya (saja). Pada mulanya, punk di Samarinda tidak lahir sebagai upaya mengkritisi sistem, sehingga film ini menjadi otokritik atas menjamurnya anak-anak punk di Samarinda. Di samping itu, wacana ini merupakan kritik terhadap pembangunan IKN di dekat Samarinda yang tak memiliki akar. Begitu pula dengan banyak sekali budaya yang asal comot, saling tempel, dan tak berakar di kota ini.
Melalui RITUAL, Part IV: The Blends (2023), kita diperlihatkan silang sengkarut Kota Samarinda. Sebuah kota yang seharusnya hidup berdampingan dengan sungai, tetapi malah merasa kewalahan dengan banjir dan penyelesaiannya. Narasi mengenai antroposen dan duka ekologis begitu kental sepanjang film. Pada akhirnya, semua itu harus kalah dengan logika kapitalisme ekstraktif maupun kapitalisme birokratis. Sebuah wacana yang barangkali juga dialami kota-kota lain di belahan dunia lain. Simak berbagai narasi dan wacana lain dalam Festival Film Dokumenter 2023 yang masih akan dilaksanakan hingga 9 Desember 2023.
Diliput oleh Ahmad Radhitya Alam pada 5 Desember 2023.