Cipta Kisah Budaya: Baru dan Segar dalam Kompetisi Pelajar

— Berita
FFD 2023

“Seringkali, anak-anak yang memiliki indang (roh halus) dalam tubuhnya merasa malu. Padahal, kepemilikan atas indang ini adalah bagian dari budaya dan film Ebeg Sejoli adalah sebuah upaya untuk melestarikan budaya tersebut.” jelas Sutradara Kartika Tri Wardani. Penayangan 5 film pelajar dalam program Kompetisi Pelajar telah dilaksanakan di Bioskop Sonobudoyo pada 7 Desember 2023, pukul 13.00 WIB. Film tersebut mengisahkan tentang ragam realitas sosial dan budaya yang ada di sekitar mereka, hal yang acap luput dari mata kita. Setelah pemutaran selesai, para penonton berkesempatan untuk mengikuti sesi tanya jawab bersama para pembuat film. Telah hadir Erwin Ramadhan sutradara Wani Ngembeg (2023), Suci Dian Kuspitaningsih sutradara PTU (2023), Kartika Tri Wardani sutradara Ebeg Sejoli (2023), dan Jamaluddin Phonna selaku produser Aceh Documentary yang mewakili Jingki (2021) dan Sang Penyair (2021).

Irisan berbagai karya dalam program ini adalah adanya keberagaman sosial dan budaya yang lahir dari rahim masyarakat dan tumbuh berkembang seiring dengan waktu membawanya melalui kacamata peramu film muda. Mulai dari perspektif yang jamak antara memandang pengarusutamaan budaya dalam Wani Ngembeg (2023), upaya untuk berbagi untuk sesama dalam PTU (2023), memandang jiwa-jiwa muda yang terdekap dalam ikat budaya dalam Ebeg Sejoli (2023), kebersamaan perempuan yang mulai pudar dalam kegiatan tumbuk-menumbuk dalam Jingki (2021), hingga suara laten penyair yang terejawantahkan dalam bentuk kata-kata dalam Sang Penyair (2021), seluruhnya membawa penonton dalam gerai-gerai kebudayaan. Berbagai pertanyaan muncul setelah lima film disajikan.

Bagaimana pendekatan dilakukan dalam proses penyusunan karya?

(Wardani) Butuh waktu yang cukup lama untuk melakukan pendekatan tersebut, karena perempuan dalam pemeran Ebeg Sejoli adalah seorang kawan yang cukup pendiam.

(Kuspitaningsih) Kami melakukan survei, berdialog dengan anggota komunitas PTU (Pasar Tanpa Uang), mencari tahu latar belakang komunitas dan anggota. Hal tersebut kami lakukan selama tiga bulan lamanya.

(Ramadhan) Mas Jalu selaku pengurus Ebeg Fest baru bisa dihubungi ketika selesai dari kesibukan-kesibukan setelah acara Ebeg Fest. Kami banyak melakukan wawancara dengannya dan pihak terkait.

Untuk Mas Jamal, mengapa kedua cerita ini yang terpilih dan diajukan dalam Program Kompetisi Pelajar?

(Phonna) Kedua pembuat film belum bisa hadir, karena tiket pesawat dari daerah asal ke Yogyakarta yang cukup mahal (penonton tertawa). Mereka, sutradara dari Jingki (2021) dan Sang Penyair (2021), banyak melakukan riset yang berkaitan dengan tema yang diangkat. Kenapa dua film ini yang diajukan? Karena kami ingin menunjukkan sesuatu yang dekat dengan dunia pelajar dan lingkungan sekolah. Adanya kegelisahan terhadap isu-isu budaya juga mendorong kami.

Apa latar belakang pemilihan tokoh utama di Sang Penyair, sedangkan Aceh memiliki banyak sekali penyair lain? 

(Phonna) Banyak memang penyair di Aceh. Alasan kami memilih penyair tersebut, khususnya di Kota Sulubussalam adalah, karena kota tersebut terhitung adalah kota yang baru dan memiliki kebudayaan yang cukup unik dan berbeda dengan daerah di Aceh yang lain. Ini adalah bentuk usaha kami untuk mengarsipkan kebudayaan. Selain itu, media rekam ini mendekatkan realitas Kota Sulubussalam yang jauh dari ibukota provinsi kepada pelajar.

Bagaimana isu ebeg bisa dikemas sebagai isu yang penting untuk diangkat anak muda zaman sekarang?

(Ramadhan) Tradisi ebeg terkenal dengan rangkaian janthuran atau mendhem (kondisi di mana pemain ebeg akan kesurupan roh halus dan tidak dapat mengendalikan diri secara sadar; kesurupan). Namun, hal tersebut ternyata, membawa efek dan konotasi yang negatif. Kami ingin mengekspos ebeg dalam dunia anak muda, yang lain dari sisi selain rangkaian janthuran. 

Bagaimana proses dalam mengenal komunitas PTU?

(Kuspitaningsih) Kami mengenal komunitas PTU melalui kegiatan buka bersama Wolu Cinema (komunitas film pelajar SMP Negeri 8 Kota Probolinggo). Berbagai komunitas hadir, termasuk PTU. Terjadilah diskusi dan obrolan yang memunculkan ketertarikan kami untuk membuat film berbasis kisah mereka. Pada Oktober 2022 kami melakukan proses pendekatan, observasi, dan produksi. Terkadang, kesulitan untuk mengobservasi muncul karena adanya bentrok dengan jadwal kami untuk bersekolah.

Terbukanya kesempatan bagi pelajar untuk menyajikan karya film yang dikompetisikan dalam Program Kompetisi Pelajar Festival Film Dokumenter adalah undak-undakan yang mengantar pelajar pada ketercakupan diskursus dan kajian film. Daya cipta yang laun terpupuk dan pelajaran yang diserap kala proses, adalah hal yang terus tereproduksi dalam pengunjukan karya seni tiap pelajar. Festival Film Dokumenter 2023 masih dilaksanakan hingga 9 Desember 2023.

Diliput oleh Tuffahati Athallah pada 7 Desember 2023.