Foto menjadi salah satu alat untuk membekukan waktu. Ia mengukir memori, sejarah, dan ingatan masa lalu. Sebuah lanskap, paras wajah, juga ruang akan berkawin dengan waktu. Namun dengan foto, ia akan tetap, selamanya.
Film ini berawal dari sebuah proyek dari Museum of Amsterdam yang menugaskan filmmaker untuk menginterpretasikan lukisan dalam the golden coach, sebuah bagian dari kereta kencana yang memiliki lukisan sarat akan sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia. Dalam lukisan tersebut, terdapat penggambaran spesifik akan masyarakat Indonesia; ada kelompok pribumi yang menggunakan kain batik serta beskap lekat akan kesan eurosentrisme, ada beberapa yang dilucuti dari pakaiannya, meninggalkan mereka dengan kain berwarna polos untuk menutupi aurat, memberikan kesan akan adanya ketidakadilan.
Seiring berjalannya film, sutradara Fransis Magastowo mulai membuat relasi akan lukisan tersebut dengan hubungan kolonialisme kepada leluhurnya. Berdasarkan peninggalan kumpulan foto-foto yang terletak di rumah neneknya, dia mulai mengulik sejarah untuk melepaskan keinginannya mencari tahu impresi yang ditinggalkan keluarganya saat masa kolonialisme. Adanya latar suara misterius, mengemas film ini menjadi perjalanan yang menegangkan. Penonton diajak untuk bergerak dari satu petunjuk ke petunjuk lain; membuka luka satu ke luka yang lain.
Kolonialisme tidak dapat dipisahkan dengan adanya hierarki, sebuah hak istimewa yang diberikan dari kerajaan Hindia Belanda kepada individu yang dari awalnya memiliki kekuasaan. Adanya program kerajaan Belanda seperti politik etis yang menunjukkan edukasi untuk beberapa kaum pribumi tidak dapat menyembunyikan adanya perlakuan eksploitatif layaknya cultuurstelsel.
“Although colonialism is a collective experience, the emotions in which people experience it varies.” (Magastowo, 2022)
Jutaan pengalaman berbeda mengenai kolonialisme bersarang pada banyak kelompok. Barangkali dari sinilah filmmaker mencoba untuk memperlihatkan alternatif untuk menganalisis luka melalui timeframe tersebut.
Reflection of a Painting (2021) mengumpulkan sisa-sisa sejarah masa lalu lewat potret dan menggabungkannya kembali menjadi suatu keutuhan. Memungkinkan penonton untuk mempertanyakan kembali sejarah keluarga, serta posisi leluhur mereka saat era kolonial. Sejarah dahulu memiliki implikasi ke kini hari. Kita semua ialah gabungan dari alur sejarah. Dengan inilah, gerbang pengetahuan dan realisasi akan sejarah, juga masa lalu, mengantarkan kita pada apa-apa saja yang ada di sekeliling, sekarang.
Ditulis oleh Davina Tri Damayanti | Disunting oleh Vanis
Detil Film
Reflection of A Painting
Fransis Magastowo | 26 min | DI Yogyakarta, Indonesia | Color | 2021 | 15+
Non–Kompetisi: Perspektif
Jadwal Tayang
18 November 2022 | Auditorium IFI-LIP | 13.00