Edisi pertama lokakarya pemrograman film Teka-teki Sinema secara resmi selesai dilaksanakan. Lokakarya ini terbagi atas dua fase kegiatan, yaitu fase lokakarya virtual yang diadakan pada 20–21 dan 27–28 Juni 2025, dan fase lokakarya tatap muka pada 20–24 Juli 2025. Lokakarya ini diikuti oleh 13 peserta terpilih yang berasal dari latar belakang yang beragam. Lihat daftar peserta di sini.
Fase lokakarya virtual dibagi dalam 4 sesi dengan topik berbeda yang diadakan sebanyak 4 kali. Fase ini bertujuan untuk mengenali pilar pemrograman film secara umum sebagai bekal para peserta dalam mendalami praktiknya. Sesi pertama, 20 Juni 2025, berjudul What is Southeast Asian Cinema? diampu oleh Eric Sasono dan dimoderatori oleh Yuki Aditya. Sesi ini membahas tentang perkembangan estetika dan sejarah sinema Asia Tenggara yang berkelindan dengan kondisi sosial dan budaya negara-negara di dalamnya. Sesi kedua, 21 Juni 2025, diampu oleh Gayatri Nadya dan dimoderatori oleh Gerry Junus. Dalam sesi berjudul Identify and Embrace the Audience ini, para peserta diajak untuk mengenali segmentasi pengunjung pemutaran film yang dapat memengaruhi bagaimana pengelola program menyusun kerangka program film mereka. Pada 27 Juni 2025, Chalida Uabumrungjit mengampu sesi berjudul Curating Short Films and Creating a Global Community. Sesi ini membahas bagaimana perkembangan film pendek Asia Tenggara melalui kacamata penyelenggaraan festival film. Chalida berbagi pengalamannya dalam mengelola festival film pendek yang mengkurasi dan menayangkan film pendek Asia Tenggara. Sesi terakhir, 28 Juni 2025, membahas bagaimana praktik pengelola program dalam membaca film berdurasi panjang dalam sesi berjudul Is Feature-Length Hard? yang diampu oleh Stefan Borsos.

Setelah mengikuti serangkaian sesi virtual, Teka-teki Sinema 2025 memasuki sesi tatap muka yang diadakan di Yogyakarta, Indonesia. Pada 21 Juli 2025, peserta mengikuti sesi rotating group discussion (RGD) dengan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan visi dan tantangan para peserta dalam praktik pemrograman film. Para peserta dibagi dalam 4 kelompok yang kemudian secara bergantian menemui para mentor untuk mendiskusikan jawaban mereka masing-masing. Sesi ini dimentori oleh Chalida Uabumrungjit, Yuki Aditya, Gayatri Nadya, dan Ekky Imanjaya, dan difasilitasi oleh Alia Damaihati dan Suluh Pamuji. Setelah mengikuti sesi RGD, para peserta menonton kompilasi 4 film pendek untuk kemudian mendiskusikan potensi pengelolaan program dari film tersebut. Dalam sesi tersebut, hadir pula sutradara Bura (2019), Eden Junjung.

Pada 22 Juli 2025, para peserta mengikuti 3 sesi kelas pengayaan pengetahuan praktik kuratorial, pengelolaan arsip film, dan genre. Sesi pertama diampu oleh Yuki Aditya dan dimoderatori oleh Gayatri Nadya, membahas tentang pengelolaan program film-film eksperimental dan praktiknya yang berkelindan dengan pendekatan yang eksperimental pula. Sesi selanjutnya, Curating the Archives and Make it Relevant, diampu oleh Chalida Uabumrungjit, membahas tentang konteks dan konsep praktik pemrograman film berdasarkan film-film arsip dan bentuk audiens yang dituju. Sesi ini merupakan pembahasan yang lebih mendalam dari kelas sesi virtual yang juga diampu oleh Chalida. Menutup sesi hari kedua, materi mengenai genre film dipaparkan oleh Eric Sasono dan Ekky Imanjaya serta dimoderatori oleh Dyna Herlina. Pada sesi ini, peserta diajak menyelami pengetahuan mengenai berbagai genre dalam bentuk-bentuk film fiksi dan nonfiksi. Setelah seluruh sesi materi selesai, peserta dibebaskan untuk mengikuti sesi konsultasi informal dengan para mentor guna menyiapkan penyusunan koleksi program yang akan dipresentasikan pada hari terakhir lokakarya.

Para peserta mengikuti sesi kunjungan ke 3 institusi seni di Yogyakarta pada 23 Juli 2025, antara lain Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, ARTJOG, dan Ruang MES 56. Setelah melihat pameran yang diadakan, peserta mengikuti sesi diskusi dengan Fitri DK dan Dito Yuwono (Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat); Ignatia Nilu (ARTJOG); dan Akiq AW, Rangga Purbaya, dan Wimo Ambala Bayang (Ruang MES 56). Sesi kunjungan ini memaparkan peserta pada praktik-praktik kuratorial dan presentasi karya audiovisual dalam ruang dan metode alternatif. Hal ini dapat memperkaya peserta dalam memproyeksikan kerja pemrograman film yang tak selalu diadakan dalam ruang putar konvensional.

Setelah mengikuti seluruh sesi materi, kunjungan, dan diskusi, para peserta mempresentasikan program film yang mereka kerjakan sepanjang lokakarya. Para peserta dibagi menjadi 4 kelompok yang masing-masing membawa tawaran narasi bacaan atas kompilasi film yang mereka buat. Sesi ini dihadiri oleh panelis Yuki Aditya, Gayatri Nadya, Alia Damaihati, dan Kurnia Yudha. Adapun program film yang dipresentasikan oleh peserta berisikan film-film pilihan dari Asia Tenggara dan bertitik pada ragam narasi, meliputi sejarah, kultur, identitas, sosial, dan ekspresi.

Teka-teki Sinema secara resmi selesai pada 24 Juli 2025. Forum Film Dokumenter berterima kasih kepada seluruh peserta, mentor, dan pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan lokakarya ini. Teka-teki Sinema dipersembahkan oleh Forum Film Dokumenter dengan dukungan Kementerian Kebudayaan RI dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Dana Indonesiana, berkolaborasi dengan Thai Film Archive, Institut Français Indonésie, KDM Cinema, dan Mini Film Festival Malaysia. Ikuti info terbaru tentang festival, lokakarya, dan program lain Forum Film Dokumenter dengan berlangganan nawala kami.



