Secara turun temurun, masyarakat Dayak di Pulau Kalimantan telah menggunakan pengetahuan lokal untuk mengolah tanah pertanian secara lestari dengan pendekatan adat dan tradisi, pola bertani dengan sistem ladang bergilir yang diawali dengan membakar ladang dengan memperhatikan kondisi alam. Tanah yang sudah tidak digunakan akan dibiarkan selama bertahun-tahun agar alam bekerja dengan sendirinya untuk mengembalikan kesuburan tanah supaya bisa digunakan kembali.
Namun, saat ini situasinya telah berbeda. Petani Dayak dianggap salah karena melakukan tradisi berladang ini, dengan alasan bahwa mereka menyebabkan kebakaran hutan dan polusi asap, sementara perusahaan-perusahaan besar yang telah menjadi tersangka dalam kasus ini melanjutkan bisnis seperti biasa.