Festival Film Dokumenter 2007

  • Mari kita rayakan bersama festival ini, ruang bagi aktivitas penciptaan, apresiasi dan sosialisasi, juga pendidikan di bidang film dokumenter dalam arti yang seluas-luasnya. FFD 2007 menyajikan program kompetisi, masterclass, perspektif, spektrum, schooldoc, dan kegiatan pendukung lainnya, dengan materi pemutaran film dokumenter terbaik dan alternatif Indonesia dan internasional, diskusi, workshop, klinik film, presentasi publik, temu komunitas, dan yang lainnya.

    Kompetisi Film Dokumenter Indonesia FFD telah berlangsung untuk yang keenam kalinya, dengan keseluruhan peserta sekitar 300 film dari berbagai penjuru Indonesia. Lebih dari persoalan menang-kalah, kompetisi ini juga membuka kemungkinan bagi perunutan perubahan sosial dan perkembangan film dokumenter Indonesia mutakhir. FFD bisa jadi telah mengambil peran dalam dokumentasi dan data film dokumenter, yang dapat dan telah dimanfaatkan dalam penelitian di bidang perfilman dan lebih luas lagi aspek-aspek sosial-budaya Indonesia. Inilah salah satu fungsi penyelenggaraan festival dan kompetisi yang berkesinambungan, yang seringkali luput dari perhatian.

    Sebagai upaya pengembangan pengetahuan para filmmaker dan memperkaya wacana film dokumenter Indonesia, FFD merancang program baru Master Class: Encourage Indonesian Documentary. Kompilasi lima hari workshop, diskusi, klinik film dan sharing dengan filmmaker dan praktisi dokumenter nasional dan internasional ini diikuti oleh finalis kompetisi, perwakilan komunitas film, dan filmmaker yang konsistensi memproduksi film dokumenter, yang tersaring terutama dari keterlibatan mereka mengikuti program kompetisi FFD. Program yang didukung Jan Vrijman Fund International Documentary Festival Amsterdam ini menghadirkan dua pemateri utama, Peter Wintonick dan Anand Patwardhan, dan pemateri pendamping filmmaker dokumenter garda depan Indonesia.

    Selain itu, program-program FFD yang lain terus kami coba untuk terlaksana lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. FFD 2007 ini mengusung perspektif humanity, sebagai upaya untuk memberi perhatian pada isu-isu sosial masa kini yang penuh dengan carut-marut bencana dan konflik. Sementara itu, program spektrum mewadahi warna-warni keragaman tema dan genre film dokumenter. Schooldoc, program khusus untuk pelajar, telah mulai dilaksanakan sejak November 2007, sebagai pemanasan dan pematangan menuju puncak acara festival. Program-program khusus yang lain terlaksana dengan adanya kerja sama dari berbagai lembaga, antara lain Kedutaan Kanada, Kampung Halaman, dan Appalshop.

    Pada akhirnya, semua yang ada dan terlaksana di festival ini adalah kerja bersama dari berbagai lembaga dan individu. Terima kasih dari kami, semoga kita bisa bersama-sama menikmati dan menemu semangat untuk terus maju.

    Selamat kembali ke Jogja!

     

    DS Nugraheni

  • Tahun ini FFD merayakan film dokumenter dalam program baru: Spektrum, memutar warna-warni film-film dokumenter dunia yang dibiaskan dengan indah dalam beragam gaya dan tema. Daniel Gordon membawa is politis dalam hubungan yang sangat personal dengan subjeknya, James Dresnok, seorang desertir Amerika yang membelot ke Korut semasa perang dingin dalam Crossing The Line. Sementara itu, Greg Hamilton, semula hanya seorang pembuat film di luar arena, yang kemudian bertransformasi menjadi subjek filmnya sendiri ketika memfilmkan permainan rakyat chinlone di Burma dalam Mystic Ball. Danny Schechter menggunakan metode jurnalisme investigatif untuk menyelidiki kebijakan industri kartu kredit di Amerika dalam In Debt We Trust. Ron Havilio dalam Potosi, The burney, menjenguk masa lalunya, mengkolase kenangan-kenangan masa lalu dan masa kini dalam sebuah travelogue yang apik. Gariné Torossian menceritakan diarinya yang puitis dengan gambar-gambar eksperimental dan didasari alunan acapella Armenia dalam Stone Time Touch. Kazuhiro Soda menggunakan teknik direct cinema dalam film Campaign, yang merefleksikan sikap politis masyarakat Jepang masa kini.

    Filmmaker lainnya, Linda Hattendorf dalam The Cat of Mirikitani dengan gaya cinema verite yang indah menceburkan dirinya sendiri dalam filmnya, membantu Mirikitani menemukan keluarganya. Dalam “Short Spectrum”, film-film pendek kompilasi dari Skotlandia yang semuanya bertema ‘white’ bercerita dengan apik dalam berbagai is, salah satunya pada The Angelmaker yang dengan liris bercerita tentang kematian 140 orang karena racun arsenik di sebuah desa di Hungaria. Film-film lain tak kalah menariknya, dengan berbagai keunikan dan kisah, dengan beraneka gaya dan genre, memunculkan mosaik warna-warni film dokumenter yang tersaji dalam program Spektrum FFD 2007.

    Dalam program Perspektif, FFD mengangkat tema Humanity, yang menyajikan film-film yang menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan masa kini. Diawali oleh Rithy Panh dengan film terbarunya, Paper Can’t Wrap Embers yang memasuki keseharian para pekerja seks di Kamboja sebagai film pembuka festival. Terbang melintas Cina, Neo Lounge dengan apik menceritakan orang-orang Barat perantauan di Beijing yang bertemu dan berinteraksi dengan beraneka manusia di bar-bar. La fille du Juge bercerita tentang seorang gadis cilik anak pelaku pengeboman di Paris yang berusaha melupakan mimpi buruknya. Film Zone of Initial Delution melihat dengan dekat tepi sungai Yangtze. Dari Appalshop, Amerika, hadir film Morristown, kisah imigran Meksiko yang sering mendapat perlakuan diskriminatif di Amerika. Perspektif member ruang khusus pada kisah-kisah humanisme di Asia Tenggara lima tahun terakhir dalam sesi: “Take a Look Back to the SEA”. Di Vietnam, Aki Ra mengasuh Boreak yang kehilangan kakinya karena ranjau darat yang mungkin dulu dipasangnya, dalam film Aki Ra’s Boys. Di Aceh, seorang Genting harus ‘Bermain di antara Gajah-Gajah’ dalam proses rekonstruksi pasca tsunami, dalam film Playing Between Elephants.

    Sementara di Thailand, dalam Innocence, anak-anak dari gunung bermimpi untuk melihat ujung sungai yang melintas di sebelah sekolah mereka. Di Burma, Major Mary di pengungsian, bertahan dari kejaran rezim militer yang membakar desa mereka dalam Don’t Fence Me In. Sementara itu, di pinggiran Thailand, orang-orang mantan partai komunis Malaysia bertahan di pengasingan sambil mendengarkan sandiwara radio dalam Village People Radio Show. Film-film dalam program Perspektif in mengajak kita menyimak dan terlibat dalam beraneka persoalan kemanusiaan di berbagai penjuru dunia dan Indonesia, termasuk dalam film Renita-Renita karya Tonny Trimarsanto.

    FFD bekerja sama dengan programer tam Joselito Acosta (Cinemanila) dalam program Asia Tenggara dan Dimas Jayasrana yang memilihkan film-film dari Prancis. Semua flm dalam program-program ini diputar gratis dan terbuka untuk umum. Siapkan mata dan hati Anda, selamat menikmati warna-warni film dokumenter di FFD 2007.

     

    Kuntz Agus

  • Benteng Vredeburg, Auditorium IFI-LIP
  • 10–15 Desember 2007
  • Unduh katalog

Penghargaan

Patron

Alain Compost

Juri

Anand Patwardan

Pembicara, Mentor

Budi Irawanto

Juri

Cicilia Maharani

Pembicara

Danny Lim

Pembicara

JB Kristanto

Juri

Peter Wintonick

Pembicara, Mentor

PM Laksono

Juri

Seno Joko Suyono

Juri

Tonny Trimarsanto

Pembicara

Seno Gumira Ajidarma

Juri

Eric Sasono

Juri

Statistik

0
Film pendaftar
0
Film diputar
0
Mitra