Tahun ini, Festival Film Dokumenter mempresentasikan 67 karya dari 32 negara yang terbagi dalam 9 program. Festival Film Dokumenter 2024 digelar secara gratis di Taman Budaya Yogyakarta dan IFI-LIP Yogyakarta.
Festival Film Dokumenter 2024
- Pengantar Festival
Kemewaktuan
Dunia adalah tempat deretan peristiwa terjadi, dengan narasi waktu yang menjadi suatu penanda atau identitas dan dibentuk oleh sebuah paradoks sejarah yang direproduksi terus-menerus. Kita terdampar pada pertanyaan tentang berbagai hal: masa depan, makna hidup, perjuangan, keterpurukan yang masih berlanjut, hingga tentang sejarah yang tidak sedang baik-baik saja. Berbagai teori dan praktik berusaha membangun jembatan bagi jutaan potongan ingatan, fakta, dan spekulasi yang tercecer dalam sejarah dari berbagai rentang waktu. Kemunculan berbagai pergerakan juga tidak mungkin tanpa kritik, seperti halnya sinema ketiga yang muncul sebagai kritik itu sendiri terhadap sinema pertama dan kedua pada zamannya. Sementara pada perkembangannya, ia juga memberi kemungkinan munculnya istilah sinema keempat dan seterusnya dengan berbagai konstruksi ilusinya dalam merespon narasi waktu.
Sederhananya, bagaimana manusia menjalani waktu dan menghidupi kehidupan mereka, selain menjadi kritik dalam narasi waktu, juga menjadi frasa kuat dalam film-film yang telah menghidupi berbagai program di FFD 2024 tentang kemewaktuan. Berbagai film mencoba keluar dari celah ketegangan atas bentuk serta pembacaan yang kerap menyoal “kesetiaan” dalam kekaryaan, kesetiaan yang sering membuat kita terkurung. Nyatanya, film telah melampaui narasinya sebagai bahasa sinema yang ada hari ini, lewat berbagai perkembangan teknologi sebagai mediumnya dan estetika sebagai alat yang bekerja pada medium itu sendiri. Meski begitu, film juga telah menghadirkan berbagai mekanisme interaksi simbiosis dalam ruang liminalnya.
Jalan mendefinisikan kemewaktuan ini tidak sepenuhnya tepat, tetapi sebagai upaya menyatakan yang tidak terlihat dalam pemahaman film–dokumenter–telah dilewati dengan berbagai telusur tutur visual dan suara pada film-film yang hadir tahun ini. Hal ini menguji bagaimana festival bukan lagi dimaknai sebagai ruang temu dan perayaan puncak kekaryaan, tetapi juga memberi legalitas pada perbauran bentuk kekaryaan dan membaca perubahannya, juga pada perkembangannya telah menjadi bagian dari koloni global yang tidak dapat dinavigasi dari perspektif tunggal. Sebuah argumen tentang kemewaktuan dari program-program yang hadir tahun ini bukan menganulir praktik sinema yang ada. Bisa jadi, ini sebuah meditasi panjang atas kerumitan cara kita mendefinisikan film dan perbaurannya dalam bentangan waktu.
Take a bite, then you will see!
— Alia Damaihati
Direktur Festival