Monisme (2023): Riuh Kisah Magis yang Tak Gaduh

— Ulasan Film
FFD 2023

Merapi bukan sekadar objek pun lanskap alam, ia adalah ruang dan waktu.

Monisme (Riar Rizaldi, 2023) membawa kita dalam perjalanan mendalam menuju magisnya Gunung Merapi dengan menghadirkan kisah tentang hubungan manusia dengan alam. Kehadirannya menyatu dengan siapa pun dan apa pun di sekitarnya. Sekiranya, Monisme (2023) pun demikian. Merapi, yang masih diselimuti oleh sejuta misteri, memberikan daya bagi yang ingin memahami dan menjelajahinya lebih dalam. Kemisteriusan Merapi tak bisa direduksi hanya sebagai objek wisata biasa seperti yang mungkin dipandang oleh para turis mancanegara yang sesekali melintas di sepanjang perjalanan menuju puncaknya.

Monisme (2023) mengingatkan kita bahwa segala yang ada di sekitar adalah manifestasi keajaiban Tuhan yang misterius. Merapi hadir untuk mengajarkan kita pelajaran berharga tentang hubungan spiritual antara manusia dan alam. Ketika kita mencoba menilik kisah para pendaki yang pernah mendaki Merapi, sebelum memasuki wilayahnya atau selama perjalanan di sana, pendaki diajarkan untuk berperilaku sopan, berbicara dengan hormat, dan berdamai dengan seluruh penghuni Merapi, termasuk binatang buas, tumbuhan, dan makhluk lainnya yang mendiami gunung ini.

Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Marijan, melarang siapa pun berkata kasar soal Merapi semasa hidupnya. Ia menegur orang yang berkata “Merapi njeblug”(Merapi marah). Bagi Mbah Marijan, sebaiknya kita dengan halus mengatakan “Merapi lagi duwe gawe” (Merapi sedang punya hajat penting). Dalam Monisme (2023), kita diajak untuk melihat Merapi bukan sebagai musuh atau ancaman, melainkan sebagai teman yang telah memberikan banyak makna bagi kehidupan masyarakat. Ketika Merapi sedang “duwe gawe”, berarti Merapi sedang berproses, mencari keseimbangan alam yang baru berdasarkan hukum alamnya sendiri. Manusia di sini yang harus menyesuaikan diri dengan alam, bukan sebaliknya.

Monisme (2023) menggelar sebuah kisah mengenai dua ahli vulkanologi yang sedang menebak aktivitas Gunung Merapi melalui seismometer yang bertaut dengan mistikus yang dalam tiran kekuasaan negara tetap bersikukuh hidup bersatu dengan Gunung Merapi. Dalam sekejap, kita disuguhkan tirani lain, ekstrativisme, yang tumbuh pada tubuh Merapi. Aktivitas penambangan yang entah legal-ilegal diutarakan lewat kehadiran sosok pembuat film yang ingin mengangkat isu eksploitatif ini. Kelindan tentang penambangan tersebut dipintal dengan perbincangannya dengan salah satu penambang yang limbung dengan situasi dihadapannya. Tambang pasir sebagai sumber ekonomi keluarganya, dampak lingkungan yang menghantuinya hingga kehadiran ormas yang menguasai dan mengontrol kehidupannya sebagai penambang.

Dinamika yang disajikan dalam film ini seolah memiliki tawaran estetika yang berbeda dengan dinamika lain yang mengikutinya. Namun, aneh–atau mungkin, magisnya–segala yang hadir di layar dapat dicerna secara utuh. Riar Rizaldi dengan berani mencampurkan hal-hal yang berseberangan menjadi sesuatu yang dapat diicip dan ditelan begitu saja. Penggunaan beberapa aktor professional dan non-aktor profesional, proses pelibatan masyarakat adat dalam penulisan ceritanya, mitos dan ilmu pengetahuan, material dan inkorporeal, masa depan dan masa lalu, hingga fiksi dan nonfiksi, menjadi ramuan sinematik yang menenggelamkan.

Monisme (2023) berkompetisi di kategori Kompetisi Panjang Internasional Festival Film Dokumenter 2023. (bonivasios dwi & Tirza Kanya) (Vanis)

 

Detail Film
Monisme
Riar Rizaldi | 115 Menit | 2023 | Indonesia, Qatar | Warna | 17+

Jadwal Tayang
12.06 | Gedung ex Bioskop Permata | 19.00 WIB