Memperjuangkan Mimpi Bersama Between The Devil and The Deep Blue Sea (2020)

— Ulasan Film
FFD 2020

Between The Devil and The Deep Blue Sea (2020) menyajikan perjuangan hidup Ona untuk terus menggapai mimpi meski masa lalu kelamnya menghantui.

Between The Devil and  The Deep Blue Sea (Dwi Sujanti Nugraheni, 2020) membawa penonton melihat kehidupan keluarga nelayan dari Kaledupa, Kepulauan Wakatobi. Kehidupan keluarga nelayan yang penuh perjuangan untuk bertahan hidup hingga menggapai mimpi. Film ini merangkum perjuangan perempuan tangguh bernama Ona yang memiliki impian besar untuk menjadi seorang ahli biologi kelautan.

Between The Devil and The Deep Blue Sea (2020) menyajikan perjuangan hidup Ona yang dirangkum dengan apik oleh filmmaker. Perjuangan Ona untuk meraih mimpinya dengan menuntut ilmu di bangku perkuliahan. Jarak ratusan kilometer harus ditempuh Ona demi mencapai universitas tempatnya menimba ilmu. Perempuan tangguh ini juga menjadi orang pertama di keluarganya yang merasakan bangku perkuliahan. Berasal dari keluarga nelayan membuat cukup banyak hal yang harus diperjuangan Ona untuk menggapai mimpinya.  

Biaya kuliah menjadi hal utama yang harus terus diperjuangkan oleh Ona dan orangtuanya. Perempuan tangguh ini sempat beberapa kali hampir menyerah dan putus kuliah. Meski terhantam oleh berbagai rintangan untuk terus memperjuangkan mimpinya, Ona tetap tangguh dan terus bekerja demi mencukupi kebutuhannya. Perjuangan besar dari orangtua dan dirinya sendiri yang menyelamatkan kuliahnya.

Di balik ketangguhannya, Ona memiliki masa lalu yang kelam dan tidak mudah dilupakan. Masa lalu yang membutuhkan waktu lama untuk diceritakan. Ketika SMA, perempuan tangguh ini diperkosa oleh teman lelakinya pada kencan pertama mereka. Status sebagai orang yang ‘tidak perawan’ memaksa Ona bertunangan dengan si  pemerkosa demi menyelamatkan nama keluarga.

Diawali dengan narasi Ona tentang kisah kelamnya, Between The Devil and The Deep Blue Sea (2020) berhasil membuat penonton merasakan penderitaan yang dirasakan. Kisah Ona membuktikan bahwa di Indonesia masalah keperawanan masih menjadi tolok ukur harga diri dan status sosial perempuan. Terbayangkan betapa sakitnya hati Ona yang harus bertunangan dengan pemerkosa, demi menyelamatkan nama keluarga. Rasa sakit yang timbul akibat stigma buruk dari ‘tidak perawan’. Rasa sakit yang seharusnya bisa dihindari jika stigma semacam ini diluruskan. 

Stigma semacam ini sudah seharusnya mulai diluruskan agar tidak menimbulkan rasa sakit tidak berkesudahan. Jangan sampai ada kasus serupa lain yang merugikan korban pemerkosaan. Sudah seharusnya korban pemerkosaan dilindungi. Bukan malah bertanggung jawab pada kesalahan pelaku pemerkosaan.

Film ini membuat kita sadar dan berempati kepada para korban pemerkosaan. Sadar bahwa korban pemerkosaan seharusnya membuka suara dan melaporkan apa yang terjadi. Sehingga, pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal serta korban mendapatkan penanganan yang baik. Agar korban tahu bahwa ia tidak salah dan tetap berharga untuk terus menjalani hidupnya dengan baik.

Film Between the Devil and The Deep Blue Sea (2020) merupakan bagian dari program Lanskap FFD 2020. Tonton filmnya secara gratis di sini

 

 

Penulis: Dinda Agita