Di dalam kapal-kapal tua yang terlantar, para pemusnah kapal merupakan penghuni terakhir. Mereka terjerat dalam keheningan kapal sambil bermimpi menjauh dari Bahía Honda. Ironisnya, kapal yang menjadi potensi pelarian, justru harus mereka koyak dan hancurkan.
Abyssal (Alejandro Alonso, 2021) membawa penonton masuk ke kedalaman jiwa manusia, menjelajahi kehidupan dengan menggunakan tempat pemusnahan kapal di Bahía Honda, Kuba sebagai latar belakang. Dimulai dari seorang pria menaiki tangga spiral, wajahnya tertutup dalam bayang-bayang, hanya suara derap langkah kakinya yang memecah sunyi. Tak lama setelahnya, pria tersebut membawa kita ke sebuah tempat di Kuba yang dipenuhi kapal-kapal tua yang menantikan nasib takdirnya. Di dalam kapal, terdapat kisah hidup yang teranyam dalam benang memori para pelaut dan juga mereka yang bertugas untuk meretas kapal.
Menilik dari wawancara di Clermont-Ferrand International Short Film Festival, sang pembuat film menemukan lokasi unik untuk dokumenter ini secara tak terduga, melalui Google Earth. Ketika sedang melihat Bahía Honda, Kuba, ia menemukan sesuatu yang tidak biasa. Area tersebut tampak seperti potongan-potongan berbentuk segi empat yang tidak umum ditemukan. Kemudian, setelah lebih lanjut diselidiki, ternyata hal tersebut merupakan kapal-kapal tua yang terbengkalai, yang tidak terdeteksi oleh mata satelit. Penemuan tersebut mengilhami pembuat film untuk memulai karya ini dan menjelajahi kehidupan para pemecah kapal, pekerjaan yang jarang dikenal dan tersembunyi dari pandangan satelit.
Kita semua tahu, seni adalah karya bebas interpretasi. Banyak simbol-simbol tersembunyi di dalamnya, dan selain memaparkan perjalanan kapal dimusnahkan, Abyssal (2021) ini bisa menjadi perenungan atas kehidupan manusia. Raudel, pria protagonis dalam dokumenter ini muncul sebagai perwujudan keinginan manusia yang rapuh untuk meraih kebebasan, seakan melambangkan impian yang terkendala dalam kungkungan takdir. Ia berdiri di ambang antara kebebasan dan tanggung jawab yang mengikatnya dalam tempat pemusnahan kapal.
Lalu, kapal-kapal tua yang megah menjadi simbol pelarian, menciptakan gambaran akan petualangan yang menggoda di lautan luas, tapi di saat yang sama, kapal-kapal ini juga menjelma menjadi penjara bagi mereka yang harus membongkarnya. Raudel menghadapi paradoks ini lalu mencoba memahami dan merangkul harapannya sekaligus menghadapi kenyataan pahit yang tak terhindarkan.
Jika diperhatikan dengan saksama, beragam cahaya yang terpantul dalam film–mercusuar yang menjulang gagah, cahaya kapal yang melintas di lautan, lampu-lampu yang menyinari lorong-lorong kapal, hingga sinar matahari yang merayap di ufuk–semuanya menjadi metafora yang mengubah baik ruang fisik maupun karakter. Mereka memberikan dimensi baru, menggantikan kesunyian dan kegelapan dengan keindahan cahaya, mencoba berbicara bahwa dalam setiap sudut yang gelap sekali pun, ada keindahan yang menanti untuk diungkapkan, seakan membingkai perjalanan manusia di dunia yang tak jarang penuh tanda tanya.
Abyssal (2021) ditayangkan pada program Docs Docs: Short! Festival Film Dokumenter 2023. (Tirza Kanya) (Vanis/Catharina Maida M)
Detail Film
Abyssal (Abisal)
Alejandro Alonso Estrella | 30 Menit | 2021 | Republik Kuba, Prancis | Warna | 17+
Jadwal Tayang
12.05 | Auditorium IFI-LIP | 14.30 WIB
12.08 | Gedung ex Bioskop Permata | 15.30 WIB