Masalah atas matanya bukan tanda bagi Victor Konda untuk berhenti melihat dan mengamati orang-orang terdekatnya. Menggunakan mata kamera, ia menyelami makna hidup pada gambar-gambar yang bergerak, gambar-gambar yang berarti selamanya. A River in the Middle of the Sky (Wahyu Al Mardhani, Chris Cochrane Friedrich; 2023) membuka pintu bagi penontonnya untuk melihat lebih dekat kegiatan di tanah airnya, Tanah Toraja.
Melalui mata lensa Victor, abadilah perayaan adat yang hidup di sekitarnya. Upacara kematian hingga tarian kemeriahan tak luput dari tangkapan matanya. Mata Viktor menyuguhkan jukstaposisi antara gelak tawa dengan jerit-jerit kehilangan dari pihak keluarga, mengingatkan betapa pendek jengkal kehidupan dan kematian. Tarian demi tarian digerakkan dengan dengung-dengung doa bahasa ibu disuarakan para pria. Hal tersebut menambah kesan bahwa bagi masyarakat Toraja, alih-alih berdiam dengan sepi, sambutan akan kematian adalah ihwal yang ramai.
Dengan tangkapan mata yang berbeda-beda dengan kepemilikan yang berbeda pula, Victor mengurung ingatan-ingatan yang seutuhnya adalah fraksi kecil keseharian manusia. Mulai dari ingatan mengenai anak-anak Toraja yang bermain riang di sungai, upaya warga menikmati hasil bumi bersama, hingga merawat sang orang tua. Kameramen, begitu masyarakat sekitarnya menyebut Victor Konda. Wahyu Al Mardhani dan Chris Cochrane Friedrich mengumpulkan keping-keping penglihatan Victor dan orbit hidupnya dalam A River in the Middle of the Sky (2023), mengajak kita untuk mengapresiasi batas semu antara memandang penuh pengertian dan sekadar melihat tanpa memikirkan.
Film ini berkompetisi di kategori Kompetisi Panjang Indonesia Festival Film Dokumenter 2023. (Athallah, Tuffahati) (Vanis)
Detail Film
A River in the Middle of the Sky (Salu Dao Tangngana Langi’)
Wahyu Al Mardhani, Chris Cochrane Friedrich | 80 Menit | 2023 | Sulawesi Selatan | Warna | 21+
Jadwal Tayang
12.05 | Gedung ex Bioskop Permata | 14.50 WIB
12.07 | Auditorium IFI-LIP | 19.00 WIB