Kompetisi Panjang Internasional

Catatan Program

Perkembangan film dokumenter, seperti halnya manusia yang selalu bergerak mengikuti kompleksitas, terus berkembang. Kesetiaan pada realitas manusia dalam dokumenter justru mendorong adanya eksperimentasi dan perluasan pemahaman. Kehadiran sosial media digital turut mengubah cara kita memahami realitas. Ia terus direproduksi dan dipengaruhi oleh mediumnya, yang kemudian berdampak pada cara masyarakat melihat dan membangun realitas sehari-hari mereka.

Munculnya realitas yang termediasi dan direproduksi membuat pemaknaan terhadapnya menjadi kurang memadai untuk mencakup pengalaman nyata masyarakat. Kini, yang dianggap sebagai “real” menjadi lebih menggerakkan dan semakin mengaburkan batas antara fiksi dan nonfiksi. Pada akhirnya, realitas selalu diproduksi ulang, atau setidaknya seperti halnya manusia, ia berada dalam ketegangan saat teknologi dan media digital menjadi bagian yang ikut memproduksinya.

Film-film dalam Kompetisi Panjang Internasional tentu saja tidak sekadar mengharapkan hadirnya karya-karya segar dari para pembuat film dokumenter. Itu artinya, kerja-kerja seleksi selalu bergantung pada pengertian pada produksi film. Namun, kerja-kerja seleksi nampaknya juga membutuhkan kerja-kerja pembacaan yang lebih segar yang membutuhkan perluasan pengertian dokumenter untuk dapat menjangkau kompleksitas dan relevansi produksi film dokumenter dengan situasi masyarakat hari ini.

Program ini adalah usaha berdialog untuk membela tegangan antara apa yang “terlihat” dan apa yang belum “terlihat”–dan seterusnya–dalam penyusunan ulang dari tatanan tersebut. Pada akhirnya, mungkin film dokumenter kini tidak cukup lagi berputar pada informasi dan fakta, tetapi apa yang menjadi ingatan, kenyataan, dan perebutan produksi realitas yang getol berlangsung hari ini.

Juri

Ade Darmawan

Ade Darmawan adalah seorang seniman, kurator, dan anggota ruangrupa. Ia belajar di Institut Seni Indonesia dan Rijksakademie Van Beeldende Kunsten, Amsterdam. Pameran-pamerannya meliputi “Magic Centre” (pameran tunggal di Portikus, dan Van AbbeMuseum), Gwangju dan Singapore Biennale (2016), dan “Doing Business with the Dutch” (Lumen Travo, Amsterdam, 2018).  Sebagai kurator, ia berkontribusi pada banyak proyek internasional. Bersama ruangrupa, ia menjadi kurator TRANSaction: Sonsbeek 2016 dan bertugas sebagai direktur artistik untuk Documenta 15 tahun 2022.

Swann Dubus

Setelah meraih gelar Master Sastra, Swann Dubus (lahir 1977, Paris, Prancis) meraih gelar PhD tentang representasi keintiman dalam sinema di Paris III University pada tahun 2006. Pada saat yang sama, ia bekerja sebagai DoP, editor, dan sutradara beberapa film dokumenter di Eropa, Afrika, dan Asia. Ia pindah ke Hanoi pada tahun 2007 dan sejak saat itu bekerja bersama Tran Phuong Thao. Bersama-sama, mereka mengeksplorasi tema-tema besar masyarakat Vietnam dari sudut pandang pribadi dan menghasilkan pembuat film dokumenter muda berbakat Vietnam, termasuk film debut Ha Le Diem, Children of the Mist (2021)

Thong Kay Wee

Thong Kay Wee adalah Direktur Program SGIFF dan seorang pekerja budaya sekaligus kurator gambar bergerak yang berbasis di Singapura. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Programme and Outreach Officer di Asian Film Archive (AFA) dari tahun 2014 hingga 2021. Selama masa jabatannya di AFA, ia bertanggung jawab atas pembuatan program reguler AFA dan memimpin pameran khusus, termasuk di antaranya program komisi dari National Arts Council of Singapore dan Singapore International Festival of the Arts.

Komite Seleksi

Akbar Yumni

Akbar Yumni menjadi kurator Arkipel – Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival pada 2013-2018 dan mengikuti Curator Academy, Theatre Work-Goethe Institut pada 2018 di Singapura. Karyanya meliputi reenactment performance “Menonton Film Turang (1957)-Bachtiar Siagian” yang digelar di Studio Garasi Performance Art Institute pada 2018, reenactment performance “Menonton Film Sedap Malam (1951)-Ratna Asmara” yang digelar di ARTJOG Yogyakarta pada 2022, dan reenactment performance “Menonton Film Daerah Hilang (1956)-Bachtiar Siagian” yang digelar di Berlin, Jerman pada 2023. Akbar Yumni meraih Hibah Seni Yayasan Kelola pada 2020 dan kini menjadi Anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta untuk periode 2023-2026.

John Torres

John adalah seorang pembuat film independen, musisi, penulis, dan pengajar. Dia telah membuat lebih dari selusin film pendek dan lima film panjang. Karyanya mengarang dan mengolah kembali dokumentasi pribadi dan dokumentasi temuan tentang cinta, hubungan keluarga, dan ingatan dalam kaitannya dengan peristiwa terkini, rumor, mitos, dan cerita rakyat. John menyelenggarakan lokakarya pembuatan film dan turut mengorganisir diskusi dan pemutaran film di Los Otros, sebuah ruang dan laboratorium film berbasis di Manila. Sebuah fokus khusus atas karya-karyanya telah dipamerkan di antaranya di Oberhausen dan Viennale.

Varadila Nurdin

Varadila adalah seorang kurator, juru program film, dan spesialis dalam pengembangan proyek dokumenter. Mantan Direktur Program untuk Docs by the Sea ini pernah bekerja di In-Docs, Jakarta International Film Festival, Minikino, dan Sheffield DocFest. Ia juga terlibat sebagai anggota komite seleksi, panelis, moderator, pelatih pitching, dan juri di berbagai festival film internasional dan regional.