Perkembangan film dokumenter, seperti halnya manusia yang selalu bergerak mengikuti kompleksitas, terus berkembang. Kesetiaan pada realitas manusia dalam dokumenter justru mendorong adanya eksperimentasi dan perluasan pemahaman. Kehadiran sosial media digital turut mengubah cara kita memahami realitas. Ia terus direproduksi dan dipengaruhi oleh mediumnya, yang kemudian berdampak pada cara masyarakat melihat dan membangun realitas sehari-hari mereka.
Munculnya realitas yang termediasi dan direproduksi membuat pemaknaan terhadapnya menjadi kurang memadai untuk mencakup pengalaman nyata masyarakat. Kini, yang dianggap sebagai “real” menjadi lebih menggerakkan dan semakin mengaburkan batas antara fiksi dan nonfiksi. Pada akhirnya, realitas selalu diproduksi ulang, atau setidaknya seperti halnya manusia, ia berada dalam ketegangan saat teknologi dan media digital menjadi bagian yang ikut memproduksinya.
Film-film dalam Kompetisi Panjang Internasional tentu saja tidak sekadar mengharapkan hadirnya karya-karya segar dari para pembuat film dokumenter. Itu artinya, kerja-kerja seleksi selalu bergantung pada pengertian pada produksi film. Namun, kerja-kerja seleksi nampaknya juga membutuhkan kerja-kerja pembacaan yang lebih segar yang membutuhkan perluasan pengertian dokumenter untuk dapat menjangkau kompleksitas dan relevansi produksi film dokumenter dengan situasi masyarakat hari ini.
Program ini adalah usaha berdialog untuk membela tegangan antara apa yang “terlihat” dan apa yang belum “terlihat”–dan seterusnya–dalam penyusunan ulang dari tatanan tersebut. Pada akhirnya, mungkin film dokumenter kini tidak cukup lagi berputar pada informasi dan fakta, tetapi apa yang menjadi ingatan, kenyataan, dan perebutan produksi realitas yang getol berlangsung hari ini.