Spektrum

Yang Tidak Utuh, yang Tidak Disiplin, dan yang Tidak Hadir

Dalam sebuah produksi film, dari proses pra-hingga pasca-produksi melibatkan banyak peran dari berbagai latar belakang disiplin–yang kemudian tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup panjang. Pada kesempatan kali ini, saya mengajak Anda untuk menengok beberapa film yang semuanya berdurasi pendek. Berapa aspek produksi dari film-film ini sengaja tidak dilakukan, tidak dihadirkan, dilewati, atau diabaikan oleh pembuatnya. Dengan kata lain, jika dilihat dari aspek produksinya, mereka merupakan film-film yang tidak lengkap dan tidak disiplin–setidaknya jika merujuk pada proses produksi film yang baku. Film-film ini hendak menunjukkan kekuatan kreatifnya dan justru menemukan aspek artistik yang (ternyata bisa) sangat eksploratif dalam produksi dokumenter seraya membawa pesan.

There are Fish in the Water and Rice in the Field menjadi film yang tidak melakukan syuting, tetapi memanfaatkan tampilan layar Google street view. Opera Jalanan, sebuah dokumenter yang memfilmkan (sumber) suara yang dikeluarkan oleh beragam perangkat dan bebunyian yang diciptakan oleh para pedagang jalanan ketika menjajakan jualannya di kampung-kampung Kota Jakarta. Babak utama film ini–jika bisa disebut demikian– disusun segaris dan sebangun dengan penciptaan komposisi musik yang harmonis dari kumpulan noise, “menonton bunyi”di mana bunyi adalah subjek film itu sendiri. Berbeda halnya dengan film yang berjudul (((O))). Perpaduan antara gambar-gambar yang mengasosiasikan suara tertentu dan suara yang kadang tidak berkorelasi langsung dengan visual puitik di sepanjang film, editing suara dan gambar yang kadang lembut kadang kasar, dengan voice over berintonasi lembut dan ekspresif, dan teks-teks nyaris puisi, nyaris naskah, dan babak film. Yang perlu dicatat, si pembuat film menyatakan bahwa film ini bisa ditonton dengan mata tertutup. 

Transparent I am, sebuah puisi potret diri dengan pendekatan lintas disiplin, menampilkan arsip karya personal berupa drawing, fotografi, coretan, sketsa, lukisan, kenangan, dan kisah yang dihadirkan dengan sangat personal. Pendekatan artistik dengan mengolah arsip video, still fotografi, dan suara yang kemudian disusun untuk membicarakan topik tertentu, dapat pula kita temukan pada Blinded by the Light yang menampilkan kisah para pekerja perfilman Thailand. Bahkan, memasukkan seni performance pada Chronicle of Nowhere yang membicarakan bagaimana kehendak manusia untuk menemukan utopia melalui proyek arsitektur futuristik yang tidak selesai dikerjakan dan lantas mangkrak. Dalam film pendek The Partian, tidak ada narasi verbal, tetapi kita sebagai penonton diajak berjalan-jalan melihat situasi lanskap problematis yang nyaris Mars oleh tokohnya yang nyaris astronot dalam sebuah dokumenter yang nyaris fiksi.

Ketidakdisiplinan dari film-film ini–kalau boleh dikatakan demikian–seperti ketika kita masuk sekolah atau ruang-ruang lain yang mengharuskan menggunakan sepatu dan melarang kita mengenakan sandal. Namun, alih-alih mengenakan sepatu, film-film ini layaknya orang yang masuk ke dalam ruang-ruang tersebut dengan menggunakan sepatu sandal.

Ketidakutuhan film-film ini seolah adalah seseorang yang tidak mampu menyampaikan pikirannya secara verbal dengan lebih jelas. Namun, apakah betul demikian? Ketidakutuhan merupakan celah, ruang kosong yang disediakan oleh film-film tersebut kepada kita sebagai penonton untuk memilih mengisinya ataupun untuk tidak. Ruang yang memerdekakan penonton untuk aktif berpartisipasi. Ruang yang emansipatif untuk berpikir dan berspekulasi melengkapi ketidakutuhan film-film tersebut sehingga ketidakutuhan dapat dilengkapi atau terisi oleh pikiran-pikiran penontonnya yang niscaya beragam. Maka, lengkap sudah peristiwa kepenontonan dan pengalaman sebuah film yang menemukan penontonnya. Selamat menonton dan menemukan hantu-hantu yang tidak hadir secara kasatmata di Gurun Atacama pada film Fantasmagoria. Hantu yang sama, ia ada di mana-mana menyusup dalam ruang hidup kita. 

Rekan Pengelola Program: Wimo Bayang

2022  —
  24 min  —
  15+
Shih Chieh Lin
2021  —
  22 min  —
  15+
Chanasorn Chaikitiporn
2022  —
  24 min  —
  15+
Chun-tien Chen
2020  —
  15 min  —
  15+
Juan Francisco González
2022  —
  15 min  —
  15+
Arjan Onderdenwijngaard
2021  —
  9 min  —
  15+
Hadafi Raihan Karim
2021  —
  19 min  —
  15+
Tanakit Kitsanayunyong
2020  —
  11 min  —
  15+
Yuri Muraoka
Login