Program DOCTALK merangkum aktivitas diskusi, panel, dan presentasi mengenai perkembangan praktik dan ekosistem dokumenter. Program ini dibangun sebagai ruang yang membawa pembahasan dokumenter dalam pembicaraan spesifik melalui berbagai perspektif.
Film dokumenter bisa jadi diproduksi dalam rentang waktu tahunan. Dalam prosesnya, selain kesabaran, mungkin pula diperlukan pengorbanan pembuat film dari segi waktu maupun finansial. Di atas semua ini, nyawa sebuah film baru muncul ketika siap diedarkan. Penting bagi pembuat film untuk tahu siapa penonton film mereka dan merencanakan bagaimana film akan bertemu dengan penonton. Lantas, bagaimana dengan keinginan banyak pembuat film dokumenter Indonesia untuk memberikan dampak sosial dengan karyanya? Dapatkah jalur distribusi tradisional mewadahi hal ini, atau adakah jalur lain yang bisa dijajaki, yang juga bisa memperpanjang nyawa sebuah film?
Program ini merupakan kerja sama dengan In-Docs.
In-docs merupakan organisasi nirlaba yang berkomitmen untuk mendorong penggunaan film dokumenter sebagai salah satu cara untuk menanggapi isu-isu terkini. Kami percaya pada kekuatan film dokumenter untuk menyentuh hati, membuka pikiran, memicu percakapan, dan memungkinkan perubahan. Kami ikut serta membangun ekosistem dokumenter agar film dapat diproduksi dan disebarluaskan kepada berbagai lapisan masyarakat. In-Docs berbasis di Indonesia dan selalu terbuka untuk kolaborasi dengan Institusi dan individu dari seluruh dunia.
Eksplorasi artistik adalah salah satu wujud dari upaya membongkar kekakuan dan kedisiplinan film dokumenter. Bentuk-bentuk dokumenter yang dianggap “membawa beban” membuat perkembangan dalam memaknai pertumbuhan bentuk film dokumenter. Gagasan membawa ketidak-disiplinan bentuk pada film-film di program Spektrum merupakan upaya menguji film dan festival sebagai ruangnya yang diharap menjadi autokritik tersendiri bagi keduanya.
Film dokumenter bisa menjadi media yang tepat untuk mereproduksi realitas dengan telusur estetika, bentuk, dan eksplorasi produksinya. Beragamnya ingatan atas masa lalu yang hadir akan membawa kita pada perbincangan dan pemaknaan ulang atas narasi, relasi kuasa, dan politik ingatan dalam sejarah Indonesia dan Jepang. Sesi ini akan membincangkan kisah masa kolonial dalam film Now is The Past – My Father, Java & The Phantom Films. Bagaimana politik ingatan digali dan hubungan sejarah dua negara dibicarakan lewat narasi kecil di film ini?
Program ini merupakan kerja sama dengan Kamisinema ISI Yogyakarta.
Festival film bukan saja sebuah perayaan berkembangnya berbagai film yang muncul saat ini, tetapi juga sebagai ruang temu transnasional dengan berbagai isu yang melintasi batas ruang dan waktu. Kerja pengelolaan program festival film pada medium dokumenter juga berhadapan dengan usaha untuk senantiasa menjadikannya relevan dengan berbagai problem sosial yang semakin kompleks. Perbincangan ini merupakan salah satu upaya untuk memaknai dari penemuan relevansi film dengan realitas sosial hari ini. Bagaimana menegosiasikan berbagai nilai dalam pengelolaan program festival film melalui medium dokumenter?
Film dokumenter ikut menjadi salah satu instrumen yang hadir untuk mengenal, memahami, berdamai, hingga memukul balik trauma-trauma masa lalu yang tercipta oleh kolonialisme. Melalui dokumenter, kita melihat bagaimana kejahatan kolonialisme yang merembes dalam berbagai macam bentuk, mulai dari yang begitu nampak, seperti perbudakan dan rasisme, hingga yang tampil dalam wajah “sopan” melalui kerja-kerja seni dan kebudayaan. Kepergian bangsa kolonial dari tanah jajahan nyatanya tidak serta-merta memboyong gagasan dan pola pikirnya. Ideologi kolonial masih tertinggal, menyisakan trauma dan luka sembari mengingkari tanggung jawab. Problem ini mungkin tidak akan menemui ujung karena toh dunia terus berputar dan bergulir dengan konteks zaman yang terus berubah. Atas dasar tantangan itulah, kuliah umum ini hadir untuk memperbincangkan film, arsip, dan ingatan agar kita dapat menemukan irisan pengalaman dan pengetahuan tentang persoalan kolonialisme, agar sisa-sisa luka dapat disembuhkan sekaligus menerangi masa kini dan masa depan.
Program ini merupakan kerja sama dengan Program Magister Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma.
Dalam dinamika produksi dokumenter yang kerap berhadapan dengan berbagai isu sensitif dari berbagai wilayah dan peristiwa, kehadiran kerja jaringan menjadi penting sebagai bagian dari usaha untuk meretas berbagai macam problem. Bagaimana jaringan tidak hanya diposisikan sebagai entitas yang harus dirawat, tetapi juga dihadirkan dalam sudut pandang yang tepat? Lantas, bagaimana kekaryaan dibangun melalui kerja jaringan produksi, seperti yang dilakukan oleh ADN dan Watchdoc?
Bagaimana penceritaan dan dokumenter kreatif di perbincangan melalui berbagai perspektif sebagai proses dalam memproduksi film dokumenter?