Immersif / Empati
Kemajuan teknologi–dalam hal ini adalah film–tidak hanya untuk produksi atau distribusi, tetapi juga tentang media film itu sendiri dan platform di mana atau bagaimana ia disajikan. Pengalaman media yang imersif memungkinkan membawa kita jauh melampaui sebuah batasan layar datar.
Apakah media imersif berfungsi memunculkan empati seseorang? Pertanyaan mendasar atas teknologi ini akan mengantarkan kita pada Meet Mortaza, sebuah perjalanan seorang anak pengungsi Afganistan atas memori, mimpi, dan perjuangan Mortaza. Sementara itu, menjelajahi sejarah bioskop yang dinarasikan seorang desainer produksi Dean Tavoularis dalam Kinosscope akan membawa kita pada pelajaran sebuah sinema yang imersif.
Melompat pada suatu pertanyaan lain, mungkinkah menggunakan media virtual reality dengan pendekatan film dokumenter jurnalistik? Revivre Notre Dame menyelami pemandangan Katedral Notre-Dame sebelum dan setelah tragedi kebakaran, hingga rekaman pengadilan Rivonia pada Accused #2: Walter Sisulu yang menghidupkan perjuangan Mandela di Afrika dengan menggunakan arsip suara 265 jam yang mencekam melawan agresi tiada henti. Bisa jadi, realitas virtual tersebut sedikit membawa kita pada sekian kemungkinan yang hadir dari berbagai bentuk, pendekatan, dan persinggungan lain dalam dokumenter.
Pengelola program: Alia Damaihati