Selamat hari Rabu! Semoga Rabu-mu tidak kelabu. Agar Rabu-mu tidak kelabu FFD 2019 akan mengajakmu untuk menghabiskan hari ini dengan bertualang bersama film dokumenter. Kami akan menuntun jalanmu dalam petualangan film dokumenter hari ini dengan agenda-agenda yang telah disusun dengan runtut.
Mari simak panduan FFD 2019 hari Rabu, 4 Desember 2019 yang akan membawamu bertualang bersama film dokumenter!
10.00 WIB
Mari mulai Rabu pagimu dengan belajar bersama Thomas Barker melalui Panel Public Lecture; Indonesian Cinema after the New Order: Going Mainstream yang diadakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada. Melalui buku Indonesian Cinema after the New Order: Going Mainstream milik Thomas Barker, kamu akan diajak untuk melihat sejarah sinema kontemporer yang sistematis dan komprehensif untuk pertama kalinya dalam kasus di Indonesia. Selama kurang lebih dua jam Thomas Barker akan mempresentasikan hasil penelitiannya secara umum sekaligus dikontekstualisasikan dengan penemuan-penemuan terbarunya.
13.00 WIB
Setelah puas belajar bersama Thomas Barker, mari manjakan dirimu dengan menonton film. Pada siang terdapat tiga film yang diputar di lokasi yang berbeda: The Iron Ministry (2014), dan My Lone Father (2018). Sehingga, kamu diharuskan memilih film yang akan kamu nikmati.
Film The Iron Ministry (2014) merupakan bagian dari program Etnografi Indrawi: Saksi Mata. Kamu dibawa pada rekaman catatan perjalanan para migran Cina di dalam satu kereta api yang sama, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Laju kereta api seolah menggambarkan kecepatan pembangunan. Film ini akan diputar di Societet Militair, Taman Budaya Yogyakarta.
Film My Lone Father (2018) merupakan salah satu finalis Kompetisi Dokumenter FFD 2019 kategori Dokumenter Panjang Internasional. Film ini menampilkan seorang ayah pada usia 51 tahun pergi meninggalkan keluarganya untuk hidup sebagai tukang kayu. Dari sudut pandang anaknya, ayah yang idealis berubah pikiran hingga melepaskan segalanya dan menjalani mimpinya untuk bepergian. Kamu dapat menikmati film ini di Auditorium IFI-LIP Yogyakarta.
Siang kamu ini tidak hanya disuguhkan pilihan dalam menikmati film saja, kamu juga memiliki pilihan untuk menghadiri diskusi. Kamu dapat bergabung dalam sesi Doctalk panel Film & Demokrasi dengan tajuk “Film Pendek dan Demokrasi yang Diinginkan” di Kedai Kebun Forum. Diskusi ini akan menjawab pertanyaan tentang bagaimana film dokumenter pendek mencatat dan menjadi perwujudan atas demokrasi hari ini. Diskusi ini menghadirkan Fransiska Prihadi (programmer of Miniko Film Week), Jesse Cumming (associate programmer os Toronto International Film Festival (TIFF), Canada), serta Aryo Danusiri (filmmaker & peneliti) sebagai pembicara. Dengan dimoderatori oleh Ayu Dyah Cempaka.
Selain itu, kamu dapat mengunjungi ekshibisi program Etnografi Indrawi: Saksi Mata di Kedai Kebun Forum. Serta dua eksibisi lain: dari program The Feelings of Reality dan dokumenter karya pelajar SMA dari program SchoolDoc dapat kamu hadiri di Lobby Societet Militair Taman Budaya. Tidak perlu khawatir ketinggalan, ketiga eksibisi ini dibuka hingga pukul 21.00 WIB.
14.50 WIB
Di siang menuju sore ini kamu dapat menikmati film yang lebih banyak lagi. Dihadirkan beberapa film dari program Docs Docs : Shorts!: Distancing (2019), On Thai Women : they are weak. that’s why they dream of weak women (2017), (***) Fish (2019), The Missing Scene From Petrus (2019), serta Introduction to Immamura Shohei (2019). Kamu dapat menikmati film-film ini di Auditorium IFI-LIP.
Distancing (2019), film ini bercerita tentang realisasi pribadi filmmaker. Keinginan untuk pergi dan menjadi asing dengan Negara tempat filmmaker dibesarkan.
On Thai Women : they are weak. that’s why they dream of weak women (2017) akan membawa kamu pada perasaan tidak nyaman. Bercerita tentang stereotip wanita Thailand yang patuh serta penuh kasih sayang. Suatu identitas asal yang berhadapan dengan pengalaman berbeda ketika bertumbuh di Jerman.
(***) Fish (2019) merupakan sebuah film pendek tentang kesadaran.
The Missing Scene From Petrus (2019) akan membawamu pada cerita tentang disusunnya sebuah rencana. Rencana adegan ketika terjadi peristiwa Lapangan Banteng yang diprovokasi oleh kelompok Fajar Menyingsing. Kelompok yang menjadi korban Petrus (penembakan misterius) pada 1983 di Semarang.
Introduction to Immamura Shohei (2019) dalam film kamu akan melihat “rumah” dalam makna yang berbeda dari dunia Ozu Yasujiro.
15.00 WIB
Mari isi sore harimu dengan menonton Taking Place (2019) yang merupakan salah satu finalis Kompetisi Dokumenter FFD 2019 kategori Dokumenter Panjang Internasional. Film ini menyajikan daerah pinggiran kota dengan masalah daerah yang kumuh. Sehingga terjadi penggusuran yang menciptakan ikatan yang terjalin dengan baik antar penghuni. Dalam film ini kamu dapat melihat semangat solidaritas dalam menolak proses penggusuran. Kamu dapat menikmati soremu bersama Taking Place (2019) di Societet Militair, Taman Budaya Yogyakarta.
15.30 WIB
Kami kembali menyajikan diskusi untuk kamu, dalam program Doctalk panel Etnografi Indrawi: Saksi Mata. Diskusi ini merupakan sebuah usaha untuk membuka pendekatan etnografi yang tampak minim dalam praktik produksi film dokumenter di Indonesia. Hadir Aryo Danusiri (seniman video, antropolog), serta Muhammad Zamzam Fauzanafi (antropolog) sebagai pembicara. Dengan Fiky Daulay (anggota Kunci Study Forum and Collective) sebagai moderator.
15.55 WIB
FFD 2019 akan terus memanjakan kamu dalam sajian film-film dokumenter. Di penghujung hari ini, di Auditorium IFI-LIP kamu dapat menyaksikan beberapa film dari program Focus on Canada. Film-film tersebut antara lain:
Opening Day (2016) membawa kamu pada momen menegangkan di mana sebuah rol film Super 8 menangkap detik-detik hitung mundur, gerbang dan garis finish.
Television Spots (1991) merupakan film yang terdiri dari 12 pita rekaman pendek berdurasi 15-30 detik, yang dirancang untuk disiarkan di tengah-tengah iklan tayangan televisi tengah malam.
T.W.U. Tel (1981) mengajak kamu untuk melihat pusat-pusat telepon utama di sebuah provinsi yang sedang diduduki oleh Serikat Pekerja Telekomunikasi British Colombia selama lima hari.
Film Einst (2016) diambil oleh Jessica Johnson (sutradara) dengan gaya single-shot. Menyajikan seorang wanita muda yang sedang melakukan pendakian ke bagian terpencil dari Seymour, utara Vancouver.
Seeing in the Rain (1981) akan membawa kamu pada cuplikan perjalanan menaiki bus Vancouver saat hujan. Cuplikan telah dipilah dan diatur ulang sedemikian rupa, dengan gerakan wiper kaca mobil yang bergerak seolah menggambarkan ayunan metronome ruang dan waktu.
Eclipse (1979) membawa kamu untuk melihat pemandangan yang kontras kamar hotel di jalanan pusat kota Portland, Oregon. Dengan latar waktu sedang terjadi gerhana matahari total, disertai siaran televisi yang meliputnya secara langsung.
Dalam Canadian Pacific II (1975), David Rimmer sang sutradara meleburkan rangkaian rel kereta, pegunungan, serta kapal-kapal yang lewat di pelabuhan Vancouver selama tiga bulan (Desember 1974-Februari 1975) ke dalam film berdurasi Sembilan menit.
18.30 WIB
Malam telah menyapa, namun FFD 2019 masih akan menemani petualanganmu. Kami kembali mengajak kamu untuk menyaksikan film yang menjadi salah satu finalis Kompetisi Dokumenter FFD 2019 kategori Dokumenter Panjang Internasional: Lemebel (2019). Lemebel (2019) diputar di Societet Militair, Taman Budaya Yogyakarta.
Lemebel (2019) menceritakan Pedro Lemebel yang merupakan seorang penulis, seniman dan pelopor gerakan aneh di Amerika Latin, terutama di Chile. Selama proses pembuatan film yang memakan waktu Sembilan tahun, Lemebel mengerjakan karakter tubuh, darah dan api. Namun pada akhirnya ia tidak dapat melihat hasil akhirnya.
19.00 WIB
Untuk menutup petualanganmu hari ini, FFD 2019 menyajikan tiga film untuk kamu nikmati. Ketiga film ini: Optigraph (2017), Felvidek. Caught in Between (2014), dan Le Grand Bal (2018) akan diputar di tiga tempat yang berbeda. Sehingga kamu harus menentukan pilihan akan menikmati film yang mana.
Optigraph (2017) merupakan bagian dari program Focus on South Korea dapat kamu temukan di Amphitheatre, Taman Budaya Yogyakarta. Film ini akan membawa kamu pada cerita filmmaker yang diminta menulis biografi kakeknya. Dua tahun kemudian sang kakek meninggal, sehingga permintaan sang kakek menjadi tugas bagi filmmaker.
Felvidek. Caught in Between (2014) menampilkan luka-luka yang belum sembuh dan pertanyaan yang belum terjawab setelah Perang Dunia Dua. Ribuan penduduk terpaksa meninggalkan rumah selama periode pemukiman ulang Slovakia-Hungaria antara tahun 1946 dan 1948. Salah satu film dari program Spektrum ini dapat kamu saksikan di Auditorium IFI-LIP.
Le Grand Bal (2018) mengajak kamu untuk melihat sebuah upaya manusia menciptakan ruang interaksi sosial menjadi wadah pertukaran kultural melalui festival dansa. Film yang menjadi bagian dari Le Mois du Documentaire akan diputar di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK). Pemutaran film ini bermitra dengan Gambar Bergerak. Gambar Bergerak merupakan sebuah ruang putar alternative yang terbuka, nyaman serta cair. Tempat dipertemukannya film dengan masyarakat luas.