Francesco Montagner: Pentingnya Kedekatan dengan Karakter dalam Menyutradarai Film Dokumenter

— Berita
FFD 2023

IDOCLAB memasuki lokakarya tahap kedua sekaligus menjadi tahap final bagi 10 proyek terpilih. Pada Selasa, 5 Desember 2023, Francesco Montagner, seorang sutradara Italia, dihadirkan sebagai mentor. Ia merupakan seorang sutradara yang telah memenangkan berbagai penghargaan dokumenter tingkat internasional dan termasuk dalam The Best 25 European Short Competing for The EFA Awards 2023. Francesco berbagi pengetahuan dan pengalamannya selama menyutradarai film dokumenter kepada para peserta.

Menurut Francesco, realitas dalam film dokumenter harus dibentuk dan tidak semata-mata disajikan sebagaimana adanya. Pembuat film perlu memiliki sikap ambivalen, yakni memikirkan struktur film sekaligus memiliki fleksibilitas dalam melihat dan mengikuti arah realitas yang dibawa oleh karakter di dalam film. Pembuat film perlu berdiri di dua kaki, mengolah kebebasan yang ada dalam struktur yang terbatas. Meski mustahil untuk membuat aturan yang pakem dalam memproduksi film dokumenter, Francesco mencoba membagikan beberapa tips dalam menyutradarai dokumenter kepada para peserta. Hal-hal yang, menurutnya, perlu dipertanyakan oleh sutradara dan produser kepada dirinya sendiri.

Pertama, akses. Sejauh mana pembuat film memiliki akses terhadap cerita dan karakternya? Terkadang, dokumenter mengangkat isu yang sensitif. Isu yang oleh karakternya sendiri tidak ingin diperlihatkan kepada orang lain. Dengan begitu, pembuat film perlu menyadari adanya gap-gap tertentu sebelum mulai menggarap filmnya.

Pembuat film perlu terbuka terhadap realitas yang tersaji di dalam cerita dan tidak memaksakan perspektifnya. Yang tak kalah penting, seberapa siap karakter di dalam film berkolaborasi dan go deep dengan tim pembuat film? Karakter menjadi kunci bagi cerita. Ia mengalami konflik dan mengemban tema utama. Secara ideal, pembuat film perlu memiliki karakter yang aktif dan hidup karena film, utamanya dokumenter, cenderung berbasis pada empati yang tertransmisi kepada penonton lewat bagaimana sang karakter menghadapi kesulitan-kesulitan yang dia temui dalam menggapai tujuannya.

Kedua, struktur. Pembuat film perlu memiliki kesadaran untuk melakukan evolusi gaya demi mengeksplor emosi karakternya. Pembuat film juga perlu peka dengan trigger-trigger tertentu yang dapat mempengaruhi emosi karakter agar mampu melihat dan membuat turning point dalam cerita. Francesco berkata, pembuat film sebaiknya benar-benar mengetahui dan menyukai cerita yang mereka buat sehingga ada ikatan emosional yang terjalin antara pembuat film dengan karakternya.

Francesco memberi tips kepada para peserta mengenai cara mengelola karakter. Tips pertama adalah memberi arketipe pada karakter. Arketipe atau label bukan dimaksudkan untuk menghakimi karakter, melainkan untuk mendeskripsikan watak dari karakter tersebut. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena arketipe berpengaruh terhadap konsistensi pembuat film dalam menggambarkan karakternya. Tips kedua yakni menemukan inti cerita yang dibawa oleh karakter. Pembuat film harus mengetahui tema utama yang akan digarap dalam film. Lebih jauh, pembuat film mesti mampu menggarap cerita yang telah ditentukan tersebut dengan tetap memahami apa yang diinginkan oleh karakter: apa yang ingin mereka raih, walaupun mereka tidak mengungkapkannya secara gamblang.

Setiap adegan dalam struktur film tak boleh sia-sia. Kesemuanya harus memiliki makna. Untuk itu, pembuat film perlu mengambil jarak dengan karyanya. Karakter harus dibiarkan bebas dan tetap memiliki privasi karena dokumenter bukanlah CCTV. Adegan-adegan dramatis yang potensial untuk dimasukkan dalam film mungkin tidak terekam karena para karakter sengaja menyembunyikan masalah mereka dari lensa sang pembuat film. Untuk mengetahui permasalahan tersebut, pembuat film perlu mengutamakan sensibilitas sekaligus keetisan. Pembuat film tidak bisa mengarahkan karakter secara langsung, tetapi ia tetap mampu mengontrol adegan-adegan seperti apa yang mampu merepresentasikan tema yang diangkat secara natural. Bagi Francesco, menyutradarai dokumenter ibarat melemparkan kerikil ke danau. Kerikil itu dapat memantul-mantul sebelum akhirnya tenggelam menuju permukaan. Dalam dokumenter, pembuat film harus jeli melihat pantulan-pantulan itu. Pantulan reaksi atas realitas yang memberi tema pada karakter dan cerita.

Di samping itu, pembuat film harus sensitif dengan karakter mereka. Bagaimana pun, realitas yang ditampilkan dalam film adalah realitas sang karakter. Merekalah yang memiliki hak dan batasan-batasan tertentu dalam menentukan sejauh mana kehidupan mereka boleh dan bisa direkam. Pilihan artistik dan visi pembuat film berpengaruh dalam menampilkan citra atas realitas yang dialami oleh karakter tersebut. Cara mengolah realitas juga perlu dibarengi dengan usaha untuk membangun kepercayaan dari pembuat film ke karakter yang didokumenterkan. Berangkat dari hal tersebut, pembuat film harus piawai menemukan cara-cara yang pas agar karakter mereka dapat memahami dan menyetujui konsekuensi atas pembuatan film dokumenter tersebut. Tak berhenti sampai di situ, sebelum film mulai didistribusikan pada khalayak, pembuat film sebaiknya menunjukkan hasil finalnya pada subjek yang ia jadikan karakter tersebut.

Akhir dalam film dokumenter bukanlah akhir dari hidup karakter. Karakter masih memiliki kehidupan yang harus dijalani setelah dokumenter selesai diproduksi. Dengan begitu, pembuat film harus memiliki statement yang kuat untuk membentuk ending. Tidak harus dari adegan emosional tertentu, tetapi bisa dari perspektif dan refleksi pembuat film atas karakter dan tema dalam filmnya.

Lagi-lagi, dalam banyak hal, pembuat film perlu membangun hubungan yang baik dan dekat dengan karakter atau subjek dalam film. Pembuat film harus mampu menyediakan ruang aman bagi mereka dan realitas yang mereka tawarkan untuk didokumenterkan. “Director is not a dictator,” tegas Francesco.

IDOCLAB tahap kedua diselenggarakan selama seminggu dari tanggal 3–9 Desember 2023 dengan rangkaian berupa lokakarya intensif yang membahas teknis dan praktik pembuatan film dokumenter. Pada tahap ini, para peserta akan mempresentasikan hasil riset lanjutan mereka di hadapan para mentor dan decision maker untuk nantinya ditentukan 5 proyek terpilih yang berhak mendapatkan dana produksi.

Diliput oleh Hesty N. Tyas pada 5 Desember 2023.